JAKARTA, fornews.co – Ketua Umum Esoterika, Denny JA menyebut, perlunya mengembangkan spiritualitas yang akrab dengan alam dan ramah lingkungan hidup.
“Bumi jangan lagi hanya dilihat sebagai tumpukan batu dan tanah raksasa yang benda mati, tapi sebagai organisme yang hidup. Jika bumi sakit dan rusak, kita pun akan rusak dan sakit,” ujar dia, dalam acara antar iman, merayakan bulan Ramadan Islam dan puasa Baha’i, Sabtu (23/3/2024).
Forum Esoterika ini mentradisikan bersama lintas iman memperingati hari raya besar agama. Sebelumnya Esoterika merayakan Natal, Gong Xi Fa Chai, dan Hari Besar Brahma Kumaris.
Sr Amelia Hendani dan Prof Komaruddin Hidayat, yang menjadi nara sumber pada acara tersebut memperdalam renungan soal hikmah puasa, dalam hubungannya dengan sikap hidup yang ekologis.
Sebagai key note speaker, Denny JA
membuka renungan-nya dengan mengutip berita dari CNBC yang terbit 20 Maret 2024, ‘Finlandia terpilih sebagai Negara Paling Bahagia ketujuh kali berturut- turut‘.
World Happiness Index, diukur oleh PBB sebagai index kemajuan sebuah negara yang paling multi dimensi. Tak hanya income ekonomi, dan pemerintahan yang bersih, yang diukur. Tapi juga sosial support, generousity, freedom to choose life style, dan persepsi happiness warga negara.
“Apa yang menyebabkan rakyat Finlandia bahagia? Satu hal yang perlu ditekankan, warganya sangat akrab dengan alam. Karena 70 persen daratan Finlandia dipenuhi hutan. Bahkan kota Finlandia itu juga ada hutannya,” kata dia.
Denny mengungkapkan, bahwa orang Finlandia punya rumah kedua di dalam hutan. Siapapun dibolehkan tinggal di sana, sejauh memberi tahu lebih dulu, dan bersedia membersihkannya kembali.
“Mereka seringkali mengisi hidupnya baik secara sendirian atau bersama komunitas di hutan: memancing, hiking, jogging, walking dan meditasi. Riset menunjukkan, suasana hijau, udara segar, luasnya pemandangan sangat efektif me-rileksasi-kan pikiran. Kita lebih mudah mengheningkan cipta dalam suasana outdoor, di alam yang teduh dan hangat, dibandingkan di dalam ruangan, indoor,” ungkap dia.
Denny menuturkan, hidup dekat dengan alam, akrab dengan alam, ramah dengan lingkungan hidup, menjadi esensial untuk hidup bahagia. Pada tahun 70-an, tokoh seperti James Lovelock mengembangkan filosofi hidup bernama Gaia Hypothesis, atau Gaia Principle.
Nah, gerakan ini mengajak orang melihat bumi secara berbeda. Bumi jangan lagi dilihat sebagai benda mati, tumpukan tanah dan batu raksasa. Tapi bumi adalah organisme yang hidup, yang juga perlu mengatur survival-nya.
“Kita, manusia, bukanlah tuan bagi bumi, apalagi kita bukan majikannya, yang kuasa menjajah bumi, mengeksploitasinya, apalagi merusaknya. Sebaliknya, Gaia principle mengajak kita melihat bumi sebagai ibu kandung kita sendiri. Kita anak dari bumi, yang menyayangi bumi, yang tidak durhaka pada bumi,” tutur dia.
Pria yang juga Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena itu mengingatkan, bahwa
gunung, udara, pohon, sungai, kita lihat sebagai keluarga sendiri, yang hidup, dan terus perlu di-hidup-hidupkan. Filosofi Gaia principle ini menguat karena konteks sosial: kerusakan lingkungan yang luar biasa.
Tiga contoh yang bisa dilihat, pertama, polusi udara di London, tahun 1952. Udara di London beracun. Menyebabkan kematian langsung 16.000 jiwa, dan puluhan ribu lainnya menderita pernafasan jangka panjang.
Kedua, polusi air di Minamata (Jepang), tahun 1953-68. Puluhan ribu ikan tercemar bahan kimia industri. Manusia mengkonsumsi ikan itu. Keracunan merkuri secara massal. Ribuan orang meninggal dan puluhan ribu lainnya terpapar dan efeknya bertahun-tahun.
Ketiga, tragedi Bhopal di India, tahun 1984. Keracunan gas secara massal, akibat kebocoran di pabrik. Sebanyak 550 ribu penduduk terpapar dan 22 ribu orang mati dalam jangka panjangnya.
Kerusakan lingkungan hidup terus terjadi. Global warming misalnya membuat suhu bumi menaik. Lahan bumi es mencair, banyak daratan akan tenggelam, bencana kekeringan, rusaknya ekosistem.
“Masifnya kerusakan ini tak lagi bisa diatasi hanya melalui teknik mengubah kebijakan, misalnya. Ia menuntut lebih jauh pada perubahan filosofi hidup dalam melihat alam, menata lingkungan hidup,” kata dia.
“Ini gaya hidup yang eco-spiritual, spiritualitas yang melihat bumi sebagai ibu kandung kita sendiri. Walau iman kita berbeda- beda, dalam Forum Esoterika, kita tetap merawat keakraban kita, keakraban lintas iman. Karena persamaan kita selaku sesama homo sapiens jauh lebih tua dan kuat,” imbuh dia lagi.
Kini dalam alam spiritualitas, kita ingin diperkaya lagi dengan filosofi hidup yang akrab dengan alam, dan ramah dengan lingkungan hidup. (aha)