YOGYA, fornews.co–Meningkatnya berbagai kasus kekerasan pada anak salah satunya karena kurangnya pengetahuan dan pengawasan dari para orang tua di era digital.
Hal tersebut diungkapkan Arief Winarko selaku pemerhati anak – pengasuhan anak di era digital pada Forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), Kamis pagi tanggal 24 Agustus 2023 di Dinas Sosial Kabupaten Sleman.
Sosialisasi LKSA yang mengusung tema “Perlindungan Anak: Pengasuhan di era digital dan Landasan Hukum terkait Asal-usul Anak” itu digelar oleh Forum LKSA Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Dinas Sosial Sleman dan Forum LKSA DIY.
Baca: Yayasan Rumah Impian Indonesia bersama IPSPI DIY Sosialisasikan Hak dan Perlindungan Anak
Menurut Arief, orang tua harus menjadi sahabat anak dan memahami aktifitas di ranah digital.
“Saat ini banyak orang tua yang abai dengan aktifitas anak di ranah digital; berteman dengan siapa dan mengakses apa saja,” ungkapnya kepada fornews.co, Selasa (29/8/2023).
Orang tua, lanjut Arief, harus naik kelas pengetahuan digital. Kecakapan digital menjadi penting diberikan kepada orang tua mulai dari level desa atau kelurahan.
Arief mengakui masih banyak orang tua yang tidak memahami situasi anak terutama terhadap aktifitas digitalnya.
“Setidaknya jika memahami situasi digital anak orang tua juga akan paham apa yang boleh dan yang tidak boleh di lakukan anak di ranah digital,” ujarnya.

Untuk meminimalisir berbagai kasus kekerasan pada anak, Arief, menekankan aturan harus diberlakukan untuk menghindari permasalahan.
Di era digital seperti sekarang ini anak-anak sangat mudah mengakses internet dengan berbagai gawai dan perangkat lunak lainnya.
Anak-anak dengan bebas berselancar di internet tanpa batasan. Bahkan mengakali dengan memfilter atau melakukan penyaringan dan settingan history agar orang tua tidak bisa mengoperasikan smartphone.
Baca: Orang Tua Cerdas Mendidik Anak Berkualitas
Akibat mudahnya anak-anak mengakses internet tanpa pemantauan dari orang tua kekerasan pun kerap terjadi.
Arief menyebut 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-
laki pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam sepanjang hidupnya.
Berdasarkan data dan fakta lembaga perlindungan anak kasus kekerasan tidak saja dialami oleh anak-anak, namun, juga perempuan
Pada tahun 2021, misalnya, terdapat 1235 kasus kekerasan 817 di antaranya atau 66% dialami oleh kelompok dewasa dan 418 atau 34% dialami oleh anak-anak.
Bahkan korban kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran dan lain-lain paling banyak dialami oleh perempuan di bawah usia 25 tahun sekira 86% antara usia 18-25 tahun.
Lantas siapa saja pelaku kekerasan yang kerap terjadi di tengah masyarakat kita?
Arief dalam laporannya menyebut pelaku kekerasan bisa berasal dari teman sebaya, pacar, mantan pacar, orang tua kandung, orang tua tiri, om dan tante, saudara atau kerabat, guru, hingga tetangga.

Ada tujuh langkah yang harus dilakukan oleh orang tua di era digital:
1. Perkuat komunikasi dengan anak.
2. Jangan berhenti belajar.
3. Gunakan aplikasi parental kontrol.
4. Diskusikan aturan main.
5. Jadi teman anak di online.
6. Gunakan internet bersama.
7. Jadilah teladan digital bagi anak.
Menyikapi perkembangan anak-anak generasi milenial di era digital, Ketua Forum LKSA DIY, Nyadi Kasmoredjo, mendorong Forum LKSA kabupaten dan kota melakukan berbagai bentuk kegiatan penguatan kelembagaan.
Beberapa kegiatan penguatan kelembagaan itu di antaranya Safeguarding atau perlunya kebijakan perlindungan anak bagi LKSA.
Kemudian parenting skill bagi pengasuh LKSA dan pemahaman perundang-undangan terkait lembaga sosial agar pelaku kegiatan layanan sosial tidak terjerat hukum.
“Karenanya kami membangun kemitraan dan sinergitas dengan berbagai pihak,” jelasnya.
Selama ini, ungkap dia, pihaknya telah berkontribusi agar berbagai kasus kekerasan pada anak dapat diminimalisir meski sebenarnya agak kesulitan menyikapinya terlebih pasca pandemi Covid-19.
“Pasca pandemi Covid-19 rata-rata pengurus LKSA merasa bingung. Karena terasa sulit, lebih sulit dari masa sebelumnya,” selorohnya.
Terkait internet yang tidak langsung berpotensi buruk pada anak, Nyadi mengatakan meski umumnya masih relatif bisa membatasi tetapi tetap dengan rasa was-was.
Namun, penggalnya, yang menjadi kekhawatiran para LKSA adalah hal-hal di luar kendali sebagai akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan membersamai.
LKSA berharap kasus kekerasan terhadap anak dari dampak era digital dapat diminimalisir.
Senada dengan Arief Winarko dari Perkumpulan Anak Bumi Indonesia, Ketua Forum LKSA Kabupaten Sleman, Drs. Wahyu Purhantara, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat dan keluarga dalam memberikan perlindungan serta dukungan yang tepat bagi anak-anak di LKSA.
“Anak-anak adalah aset berharga bangsa dan kita harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mereka secara optimal,” ucapnya.
Demikian Wahyu, kekerasan yang terjadi di lingkungan anak-anak justru berasal dari orang-orang terdekatnya.
“Anak-anak kita tidak sadar jika medsos yang dimilikinya justru malah menjadi sumber kekerasaan bagi dirinya sendiri,” ungkapnya.
Peran orang tua dan pengasuh sangat dibutuhkan dalam mengatasi tantangan pengasuhan anak terutama di era digital yang massif dalam kehidupan sehari-hari.
“Sinergitas, kolaborasi dan elaborasi perlu dibangun serta penganggaran yang ramah untuk anak bisa di tingkat kelurahan atau semua OPD–termasuk media terkait pemberitaan ramah anak,” kata Arief.
Diketahui jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga 8,9 persen atau menjadi 171 juta jiwa pengguna. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga dan lembaga kesejahteraan sosial anak sebagai lembaga pengasuhan alternative.
Menurut catatan dari BAPPEDA DIY kasus kekerasan terhadap anak dalam rentang waktu 2019 – 2022 di DIY meliputi Kulon Progo ada 260 kasus, Bantul 452 kasus, Gunung Kidul 109 kasus, Sleman 528 kasus dan Kota Yogyakarta sebanyak 391 kasus.
Sementara itu Yosua Lapudooh dari Yayasan Rumah Impian Indonesia (YRII) mendukung langkah Forum LKSA dalam melakukan pencegahan kekerasan anak di era digital.
“Maraknya kasus ini juga tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan dan pengawasan oleh keluarga,” ujarnya.
Yosua berharap apa yang dilakukan Forum LKSA Kabupaten Sleman, Dinas Sosial Sleman dan Forum LKSA DIY dalam melakukan Sosialisasi “Perlindungan Anak: Pengasuhan di era digital dan Landasan Hukum terkait Asal-usul anak” dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Sosialisasi itu didesain untuk mendidik dan melatih peserta agar dapat mengenali perihal pengasuhan di era digital dan landasan hukum terkait Asal-usul anak.
Sosialisasi yang digelar oleh Forum LKSA itu juga melibatkan para peserta untuk berdiskusi dan tanya jawab sekaligus saling bertukar pandangan dan pengalaman.
Para peserta sangat antusias dalam berbagi solusi yang dapat diterapkan dalam lingkungan LKSA maupun di rumah masing-masing.
“Kemudian tidak hanya berhenti pada proses sosialisasi saja. Diharapkan LKSA dapat berpartisipasi aktif dalam pengasuhan dan pemenuhan hak identitas anak,” pungkas Yosua. (adam)
Copyright © 2023 fornews.co. All rights reserved

















