SEKAYU, fornews.co – Aktivitas pengangkutan batubara yang dikeruk dari wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) menuju ke dermaga (jetty) di Desa Pulai Gading, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Muba, yang melewati jalan angkutan khusus (hauling) batubara ternyata sudah berjalan sekitar tahun 2018 lalu.
Nah jalan khusus yang terbentang sepanjang 133 kilometer dari Desa Lubuk Bintialo, Kecamatan Batang Hari Leko, hingga ke Desa Pulai Gading itu, dikelola PT Musi Mitra Jaya (MMJ).
Bisa dianalogikan, jalan khusus angkutan batubara itu bisa disebut sebagai jalur sutera bagi para perusahaan tambang yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara.
Ratusan ton batubara dari Muratara yang terangkut hingga dermaga Desa Pulai Gading tersebut, lalu Lalang di kawasan jalan khusus yang di dalamnya ada kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi tetap, serta pemukiman warga.
Nah warga yang berdampingan langsung dengan jalan khusus batubara tersebut mulai dari Desa Lubuk Bintialo, Sako Suban, Pangkalan Bulian, yang masuk Kecamatan Batanghari Leko. Kemudian Desa Pangkalan Bayat, Telang, Sindang Marga, Kaliberau, dan Pulai Gading yang masuk Kecamatan Banyung Lencir.
Menilik ke belakang, PT MMJ sebagai pengelola jalan khusus batubara itu merupakan anak perusahaan dari PT Atlas Resourses, yang sejak akhir tahun 2011 melakukan pengembangan infrastuktur di Sumsel dan salah satunya membangun jalan hauling dari lokasi tambang ke pelabuhan sepanjang 133 km dan pembangunan pelabuhan untuk mengangkut batubara.
Pengembangan infrastuktur ini untuk mendukung produksi dan penjualan batubara dari HUB Muba, mengingat cadangan dan sumber daya yang besar di HUB Muba sekitar 97,3 juta ton dan 331,9 juta ton.
Kendati semua perizinan terhadap operasional jalan khusus batubara itu sudah dikantongi PT MMJ selaku pengelola, namun sebelumnya pernah memunculkan berbagai perdebatan bagi kalangan pegiat lingkungan.
Karena, selama hauling itu beroperasi, warga desa yang berdampingan kerap mengeluhkan polusi debu jalan yang mengepung dan menghilangkan udara segar, hingga berdampak pada pemukiman dan kebun-kebun warga.
Tak terhitung lagi, sudah berapa kali warga desa mengadukan keluhan mereka, begitu pun perangkat pemerintah desa di wilayah jalan khusus batubara, hingga melakukan aksi demonstrasi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muba, bahkan ke Pemprov Sumsel.
Pemkab dan DPRD Muba Pertanyakan Komitmen Pengelola Jalan Khusus Batubara
Hingga pada 21 Juli 2022 lalu, Penjabat (Pj) Bupati Muba, Apriyadi, memanggil pihak PT MMJ dan menegaskan kepada pihak perusahaan yang beroperasi di Bumi Serasan Sekate untuk komitmen membantu memelihara jalan agar tetap fungsional dan nyaman dilewati.
“Kalau jalan rusak dan tidak bisa dilewati maka distribusi kebutuhan pokok ke daerah pelosok terganggu, maka masyarakat kita yang semakin terbebani. Jalan juga sangat penting untuk kelancaran perekonomian,” ujar Apriyadi, saat menerima jajaran PT MMJ, di Ruang Rapat Bupati Muba, Kamis (21/7/2022) lalu.
Pemkab Muba meminta kepada PT MMJ ikut membantu memelihara jalan dari Desa Pangkalan Bulian menuju Desa Sako Suban Kecamatan Batanghari Leko yang merupakan daerah operasional perusahaan itu.
“Jalan menuju Sako Suban itu jalan posisi di tengah hutan lindung. Kami tidak bisa membangun jalan permanen, Kami sangat berharap perusahaan turut membantu memeliharanya supaya bisa dilewati masyarakat,” kata dia.
Pada pertemuan itu, Apriyadi menyampaikan apa yang menjadi keluhan masyarakat di wilayah operasional PT MMJ diantaranya jalan yang berdebu, dan truk pengangkut batu bara yang sering parkir memotong jalan kabupaten sehingga mengganggu aktivitas masyarakat.
“Kami pemerintah menjaga kawan-kawan untuk berinvestasi, tapi disamping itu juga kami harus memperhatikan kepentingan masyarakat. Kami harap dengan adanya investasi akan memberikan dampak baik karena adanya pertumbuhan ekonomi kepada masyarakat yang ada di sekitar,” ungkap dia.
Sementara, Direktur Utama PT MMJ, Joko Jus Sulistyoko menanggapi, akan turut membantu mencari solusi terkait pembenahan dan pemeliharaan jalan yang ada di pelosok Kabupaten Muba, terutama jalan menuju Desa Sako Suban Kecamatan Batang Hari.
“Kedepannya kami siap membantu, alat berat kami ada. Untuk jalan yang berdebu kami sudah rutin melakukan penyiraman dengan air,” kata dia saat itu.
Tahun 2022 berlalu, namun tetap saja keluhan-keluhan warga desa di sekitar jalan batubara yang dikelola PT MMJ seolah tak pernah berhenti. Debu-debu yang berhamburan dari jalan itu tak pernah hilang mengotori rumah dan membuat tanam tumbuh di kebun warga terganggu saat panen.
Tak cukup sampai disitu, pada medio Agustus dan September 2023 lalu, warga kembali marah dan meminta Pemkab Muba untuk bersikap tegas. Bahkan, warga di Desa Pangkalan Bayat sampai menghadang truk-truk besar pengangkut batubara yang melintas di desa mereka.
Kondisi itu hingga berlanjut dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Muba, Rabu (27/9/2023) lalu. Semua unsur baik dari Pemkab Muba, pihak-pihak terkait baik dinas-dinas di Pemprov Sumsel, PT MMJ, warga, serta para pengusaha tambang.
Ketika itu, Anggota Komisi II DPRD Muba, Rabik HS, SH, MH menjelaskan, bahwa RDPU itu diadakan untuk mengundang seluruh desa terkait guna menggali informasi lebih rinci lagi.
Aksi massa warga itu awalnya dimulai oleh masyarakat Desa Pangkalan Bulian, Kecamatan Bayung Lencir, yang memprotes aktivitas penambangan batubara di wilayah mereka dengan menghadang sekitar 2000 mobil pengangkut batubara.
‘’Aksi warga ini juga mengangkat isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan batubara. Kebun jeruk yang telah rusak selama tiga tahun tidak mendapatkan ganti rugi,” jelas dia saat itu.
Kemudian, kata Rabik, kerusakan lingkungan yang disebabkan angkutan batubara itu juga mencakup pencemaran air dan debu di sekitar wilayah mereka, yang mengakibatkan matinya pohon pisang dan pohon pinang.
‘’Setelah berlangsung aksi masa yang cukup panjang, PT MMJ (Musi Mitra Jaya) akhirnya berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat, sehingga jalan yang sebelumnya ditutup bisa dibuka kembali,” kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Kendala lain yang dihadapi oleh Kabupaten Muba, terang dia, adalah perizinan hauling batubara dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) penambangan. Karena, nyatanya jalan tambang yang digunakan oleh PT MMJ tersebut milik PT MMJ itu sendiri.
‘’Pada demonstrasi ini, ada pertanyaan terkait kontribusi PT MMJ kepada Kabupaten Muba. Setahu saya tidak ada keuntungan yang diperoleh Kabupaten Muba dari perusahaan tersebut,” terang dia.
Rabik menambahkan, inti dari aksi dari ribuan massa yang merupakan warga di Kabupaten Muba itu adalah bentuk protes terhadap sengketa batas wilayah dengan Muratara dan isu lingkungan akibat penambangan batubara.
‘’Masyarakat menuntut penyelesaian yang adil dan transparan dari pemerintah dan mengingatkan perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat setempat,” tegas dia.
Kondisi Sejumlah Desa di Dua Kecamatan yang Terdampak Debu Jalan dan Debu Batubara
Pada awal Oktober 2023 lalu, fornews.co melihat langsung bagaimana sebenarnya kondisi hauling batubara yang dikelola PT MMJ yang terus dikeluhkan warga tersebut.
Saat menelusuri jalan khusus ini, ternyata akses angkutan batubara terbelah Jalan Lintas Sumatera di Kecamatan Bayung Lencir. Warga sekitar lebih mengenalnya dengan sebutan jalan B80. Penelusuran jalan batubara ini diawali dari Desa Telang, Sindang Marga, Kaliberau hingga Pulai Gading menuju ke dermaga (jetty) batubara di bibir Sungai Lalan.
Khusus di Desa Pulai Gading yang menjadi lokasi akhir aktivitas angkutan batubara, sebagian besar arealnya telah dimanfaatkan untuk perkebunan besar sawit, Hutan Tanaman Industri dan perkebunan karet rakyat.
Desa ini mempunyai luas lebih kurang 450 Km2 itu cukup majemuk karena ada berbagai etnis seperti Jawa, Sunda, Melayu Jambi dan desa-desa lainnya. Bahkan ada juga yang merupakan kelompok Suku Anak Dalam yaitu penduduk yang tinggal di Dusun 1.
Kepala Desa (Kades) Pulai Gading, Sulaiman, didampingi Sekretaris Desa (Sekdes) Joni S, dan Kadus 1 Zulfikar menyampaikan, aktivitas angkutan batubara dari Kabupaten Muratara sudah berlangsung sejak tahun 2011-an.
Karena Desa Pulai Gading ini berada di daerah paling ujung atau berdampingan dengan Sungai Lalan, maka desa itu dibangun dermaga (jetty) dan stockpile batubara dari sejumlah vendor perusahaan pemegang izin penambangan.
Dermaga Batubara itu, sambung dia, dikelola oleh PT Sriwijaya Bara Logistik (SBL), sedangkan stockpile di wilayah Dermaga PT SBL itu ada sekitar 13 vendor atau perusahaan batubara.
“Selaku vendor, perusahaan itu sewa tempat untuk stockpile dan memanfaatkan dermaga PT SBL untuk aktivitas angkutan batubara,” ujar dia, Selasa (3/10/2023) lalu.
Namun, ungkap dia, ada sisi negatif dari keberadaan dermaga dan stickpile batubara di Desa Pulai Gading itu. Karena sejak beroperasi tahun 2011 itu dan hanya berjarak tak lebih dari 200 meter dari pemukiman warga, berdampak pada warga yang mengeluhkan debu dan penyakit ISPA akibat aktivitas dermaga dan stockfile batubara itu.
Posisi dermaga dan stockpile itu berada di wilayah ilir desa, sedangkan angin yang bertiup dari kawasan Sungai Lalan itu dari arah ilir ke ulu. Artinya debu batubara yang berterbangan dari dermaga dan stockpile langsung ke pemukiman warga. Jadi selama bertahun-tahun warga dipaksa menghirup debu batubara. Bahkan, air Sungai Lalan pun diduga sudah tercemar limbah batubara.
Warga yang terdampak langsung debu batubara itu, jelas dia, berada di Dusun I Desa Pulai Gading yang dihuni sekitar 202 Kepala Keluarga atau KK. Kalau pada Dusun 3 ada sekitar 50 KK dan dari jumlah itu, ada juga ribuan warga lain terdampak tidak langsung.
“Ada dua pasien kena ISPA diduga akibat debu batubara. Pekerja sekuriti perusahaan dan operator alat berat perusahaan batubara, yang keduanya warga Desa Pulai Gading ini,” jelas dia saat itu.
Sejak tahun 2017 atau 2018 lalu, PT Bumi Persada Permai (BPP) membuka jalan khusus angkutan batubara, yang dikelola PT MMJ. Setelah ada hauling hingga sekarang, aktivitas angkutan batubara tak pernah berhenti atau terus berjalan selama 24 jam.
“Tiap hari itu ada sekitar 700 kendaraan besar pengangkut batubara yang melintas di Desa Pulai Gading ini. Bisa dibayangkan, debu jalan dan debu batubaranya makin banyak. Apalagi saat musim kemarau seperti ini,” terang dia.
Joni melanjutkan, dari bertahun-tahun vendor yang membawa batubara dari Muratara ke dermaga di Pulai Gading ini, perhatian perusahaan terhadap masyarakat sekitar sangat kurang. Padahal, baik dari rumah dan kebun warga, dipenuhi debu dari aktivitas mereka.
“Apalagi, ada beberapa ratus meter menuju dermaga itu ada jalan desa, yang tak termasuk jalan perusahaan. Tapi kontribusi mereka (perusahaan pengangkut batubara) sangat kurang. Ada memang melakukan penyiraman jalan, tapi tetap saja debunya tak bisa hilang,” keluh dia.
Saat berada di Desa Pulai Gading itu, kebetulan ada satu pengawas jalan PT MMJ yang enggan disebut namanya menuturkan, pihaknya selalu melakukan penyiraman jalan untuk mengurangi debu jalan.
‘’Tak ada batasan berapa kali sehari penyiraman. Karena tergantung dari kondisi jalan di PT MMJ ini. Namun penyiraman jalan dilakukan siang dan malam hari,” ujar dia.
Dari Desa Pulai Gading, fornews.co bergerak menuju ke Desa Telang, Sindang Marga, Kaliberau. Kondisinya juga sama, keluhan warga terhadap polusi debu yang tak kunjung berhenti. Tanam tumbuh di kebun milik warga juga ikut tercemar debu.
“Kami nih nak ngadu ke siapo. Sudah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kami menghirup debu batubara. Angkutan mobil batubara ini melintas 24 jam, dari pagi sampai malam,” ujar Dewi, warga Dusun Berau Mati, DesaTelang, yang rumahnya persis di pinggir hauling batubara PT MMJ, Rabu (4/10/2023).
Dewi mengaku, selama bertahun-tahun tidak ada kompensasi atau bantuan yang diberikan oleh perusahaan batubara atau pengelola jalan batubara ini.
“Jika kemarau hingga beberapa bulan ke depan, bisa mengancam nyawa masyarakat. Kalau kemarau terus masyarakat bisa mati,” keluh dia.
Sementara terpisah, Kades Sindang Marga, Yusman menjelaskan, ada sekitar 50 persen warga Desa Sindang Marga yang dilintasi hauling batubara yang dikelola PT MMJ itu.
“Banyak warga kami yang terdampak debu batubara. Khususnya warga Dusun 2 di jalan B80,” jelas dia, saat dikonfirmasi.
Yusman melanjutkan, bila panas debu jalan lari ke rumah warga dan saat hujan ban mobil angkutan itu membawa tanah ke aspal, sehingga menyebabkan banyak terjadi kecelakaan. Kemudian, dampaknya bukan hanya di simpang pemukiman warga saja. Banyak juga aktivitas warga ke kebun, baik kebun sawit atau kebun karet melintasi jalan batubara itu.
Parahnya lagi jalan itu ditimbun pihak pengelola dengan debu batubara yang diambil di PLTU. Sedangkan debu batubara itu belum pernah diuji lab, apakah berbahaya bagi masyarakat atau tidak.
“Kemudian, izin amdal dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga tak pernah ditunjukkan kepada pihak desa. Akibatnya, jalanan yang ditambah dengan debu batubara itu membuat masyarakat kesulitan untuk melintas di jalan batubara atau hauling tersebut,” kata dia.
Berlanjut ke Desa Pangkalan Bayat, dimana pada desa ini jalan khusus batubara itu melintasi wilayah desa sepanjang 22 kilometer (km). Khusus warga yang bermukim di Dusun II RT 04, ini termasuk yang wilayah yang berdampingan langsung dengan hauling batubara itu.
Menurut Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Pangkalan Bayat, Dicky Sophan Pribadi, dampak dari hauling batubara yang dikelola PT MMJ itu sudah terjadi sejak tahun 2018 lalu.
Jadi, dari kurun waktu 2018 hingga 2023 ini khusus warga Desa Pangkalan Bayat yang terdampak, sama sekali belum ada kompensasi, pemberitahuan ataupun bertemu dengan perusahaan pengelola hauling batubara itu. Karena selama ini, operasional truk pengangkut batubara tersebut tidak pernah berhenti alias 24 jam penuh.
Warga Pangkalan Bayat dibuat bingung harus mengadu atau melapor ke siapa. Pihaknya, sambung Dicky, sudah melapor ke PT Bumi Persada Permai (BPP) yang memiliki izin hauling itu, namun jawabannya itu bukan tanggung jawab mereka.
Alasan lainnya, hauling batubara itu sudah mendapat izin pinjam pakai dari pemerintah pusat. Padahal, dari izin itu tentu perusahaan mendapat kompensasi dari peminjaman jalan tersebut, sedangkan masyarakat apa yang didapat selain debu dan penyakit.
“Kontribusi perusahaan untuk masyarakat dan Pemerintah Desa Pangkalan Bayat memang tidak ada. Itu yang sangat kami sesali. Karena aktivitas bisnis mereka sangat merugikan masyarakat kami terhadap dampak alamnya, terutama debu,” ujar dia.
“Selain mengganggu Kesehatan warga, juga merugikan tanaman kebun warga seperti karet dan kelapa sawit yang produktifitasnya sangat berkurang,” imbuh dia.
Dicky mengungkapkan, ada satu wilayah di Pangkalan Bayat yakni Dusun II RT04 yang banyak pemukiman dan usaha masyarakat, posisinya berada di dalam dan yang paling dekat dengan hauling batubara.
Begitu juga yang diutarakan Kades Sako Suban, Karnadi, yang tak ingin masyarakatnya hilang kesabaran. Mengingat, selama bertahun-tahun aktivitas angkutan batubara itu berjalan, masyarakat dan Pemerintah Desa Sako Suban sudah sangat sabar.
“Kami sudah sangat sabar. Koordinasi dari perusahaan pengelola jalan batubara ini juga tak begitu bagus. Saya selaku kepala desa hampir satu tahun ini tidak pernah ketemu untuk koordinasi,” tegas dia.
Desa Sako Suban, Kecamatan Batang Hari Leko, yang berbatasan dengan Desa Pangkalan Bulian Kecamatan Bayung Lencir, juga termasuk wilayah yang terdampak debu dari hauling batubara PT MMJ.
Pada Desa Pangkalan Bulian, malah ada tiga stockpile milik PT Gorbi Putra Utama (GPU) dan PT Triariani. Namun stockpile milik PT GPU baru satu yang beroperasi, sedangkan satu lagi belum. Bisa dipastikan, selain debu dari hauling, warga Desa Pangkalan Bulian juga terdampak debu batu batubara.
Kembali Karnadi mengungkapkan, dampak dari hauling batubara bagi masyarakat mereka sangat buruk sekali. Terlebih musim kemarau ini, debunya sangat banyak. Kesehatan masyarakat jadi terganggu. Sementara penyiraman jalan batubara dari pihak perusahaan cuma sekedar atau tidak maksimal.
“Seharusnya pihak-pihak terkait bisa menghadirkan solusi dari jalan batubara ini. Jangan masyarakat terus dirugikan. Jalan batubara ini orang ambil hasilnya, namun imbasnya ke masyarakat Desa Sako Suban. Masyarakat tidak dapat apa-apa selain debu. Ini yang kami rasakan saat ini,” ungkap dia.
Karnadi menegaskan, bila kondisi ini terus menerus terjadi, maka jadi masyarakat akan marah. Karena, di Desa Sako Suban khususnya Dusun 6 yang penduduknya ada sekitar 50 KK, itu terdampak langsung jalan batubara.
Bukan hanya terdampak pada Kesehatan, tapi kebun warga juga ada ratusan yang terdampak debu jalan batubara ini. Mulai dari kebun jeruk, kebun kelapa sawit, kebun karet, sehingga produksi kebun warga itu menurun.
“Tak ada kompensasi dan toleransi untuk warga. Apalagi, hasil batubara itu bukan dari kabupaten tetangga, tapi dari wilayah kita sendiri yang diakui perusahaan dari kabupaten tetangga, terus dibawa melalui desa kita ini,” keluh dia.
Perizinan Hauling PT Mitra Musi Jaya
Dilansir dari atlas-coal.co.id, sejak akhir tahun 2011, pihak perusahaan mengembangkan infrastuktur di Sumsel yang meliputi pembangunan jalan hauling dari lokasi tambang ke pelabuhan sepanjang 133 km dan pembangunan pelabuhan untuk mengangkut batubara.
Pengembangan infrastuktur ini dilakukan untuk mendukung produksi dan penjualan batubara dari HUB MUBA mengingat cadangan dan sumber daya yang besar di HUB MUBA sekitar 97,3 juta ton dan 331,9 juta ton.
Perusahaan melalui anak usaha PT Mitra Musi Jaya, membangun jalan hauling batubara dari lokasi tambang ke pelabuhan di Pulai Gading, yang di bangun melalui dua jalur.
Jalan Angkut I sepanjang 131 Km, jalan ini dapat dilalui oleh truk dengan kapasitas 10 – 30 ton.
Perijinan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan dan penggunaan jalan hauling 1 adalah:
– SK Gubernur Sumatera Selatan no. 837/KPTS/IV/2011 tentang ijin pembangunan dan penggunaan jalan untuk angkutan batubara PT Mitra Musi Jaya di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin.
– SK Gubernur Sumatera Selatan no. 587/KPTS/DISPERTAMBEN/2012 tentang ijin usaha mineral dan batubara kepada PT Mitra Musi Jaya.
– SK Bupati Musi Banyuasin no. 050/1702/BPPDPM-PS/2011 tentang ijin pembangunan dan penggunaan jalan untuk angkutan batubara PT Mitra Musi Jaya di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin.
– SK Bupati Musi Banyuasin no. 551-21/092/Dishub/2013 tentang ijin operasional jalan angkutan batubara terletak di kecamatan Batang Hari Leko dan kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan atas nama PT. Mitra Musi Jaya.
– Surat Persetujuan PT Bumi Persada Permai tertanggal 7 Mei 2012 tentang pemberian ijin penggunaan jalan akses PT Bumi Persada Permai.
Kemudian, untuk Jalan Angkut 2 sepanjang 135 Km, jalan ini dapat dilalui oleh truk dengan kapasitas sampai 120 ton.
Perijinan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan dan penggunaan jalan hauling 2 adalah:
– SK Gubernur Sumatera Selatan no. 522/3466/IV/2012 tentang rekomendasi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan dan penggunaan jalan hauling batubara atas nama PT Musi Mitra Jaya di kabupaten Musi Banyuasin dan Musi Rawas propinsi Sumatera selatan.
– SK Bupati Musi Banyuasin no. 444 tahun 2012 tentang izin pembangunan dan penggunaan jalan angkut batubara seluas 401.3 Ha (133,764 m x 30 m) yang terletak di Desa Sako Suban kecamatan Batang Hari Leko, dan Desa Pangkalan Bayat, Telang, Sindang Marga, Kali Berau, Pulai Gading, Kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan atas nama PT Musi Mitra Jaya.
– SK Bupati Musi Banyuasin no. 1161 tahun 2012 tentang kelayakan lingkungan hidup kegiatan pembangunan dan penggunaan jalan angkut batubara seluas 401.3 Ha (133,764 m x 30 m) oleh PT Musi Mitra Jaya di kecamatan Batang Hari Leko dan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan.
– SK Bupati Musi Rawas no. 499/KPTS/BPM-PTP/2012 tentang ijin pembangunan jalan khusus angkutan batubara kepada PT Musi Mitra Jaya di kecamatan Nibung kabupaten Musi Rawas.
– SK Badan Lingkungan Hidup Musi Rawas no.660/11/BLHD/2012 persetujuan UKL-UPL kegiatan pembangunan jalan khusus angkutan batubara kepada PT. Musi Mitra Jaya.
– SK Gubernur Jambi no. s.522/2666/Dishut-2.2/V/2012 tentang rekomendasi izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan dan penggunaan jalan hauling batubara atas nama PT Musi Mitra Jaya di kabupaten Batanghari, Jambi.
– SK Bupati Batang Hari no. 503/0766/BPTSP tentang izin pembangunan dan penggunaan jalan untuk angkutan batubara PT Musi Mitra Jaya yang melintasi wilayah kabupaten Batang Hari, Jambi.
– SK Badan Lingkungan Hidup Batanghari no.050/156/LH/2012 persetujuan UKL-UPL rencana pembangunan jalan khusus batubara sepanjang 18.35 km di Desa Bungku kecamatan Bajubang kabupaten Batang Hari, Jambi.