Peluncuran disaksikan anggota Dewan Pers Asep Setiawan, Sekjen Aliansi Jurnalis Independen Ika Ningtyas dan puluhan pimpinan media digital anggota AMSI, yang hadir secara online maupun langsung di lokasi.
“Sejak diluncurkan secara global tahun lalu, proses sertifikasi Journalism Trust Initiative (JTI) sudah diikuti lebih dari 1.500 media dari 85 negara di seluruh dunia,” ujar Cedric Alviani.
Alvani mengatakan, dua mitra global yang sudah setuju menggunakan data media tersertifikasi JTI adalah Microsoft dan Global Alliance for Responsible Media. RSF sendiri juga telah mendekati sejumlah platform teknologi digital yang lain.
“Mereka akan lebih mudah diyakinkan untuk menggunakan skema JTI jika media yang sudah tersertifikasi di seluruh dunia mencapai jumlah yang signifikan,” kata dia.
Alviani mengungkapkan, media yang tersertifikasi JTI akan memperoleh kode digital khusus yang bisa dikenali mesin platform digital lain. Dengan begitu, diharapkan kredibilitas media tersebut akan meningkat di mata mitra, seperti korporasi, lembaga donor, dan pemerintah dan mempermudah potensi kerjasama bisnis dengan media.
“Kemudahan mengenali media yang beretika dan mematuhi standar regulasi internasional akan membuat publik pun bisa terhindar dari jebakan hoaks dan perangkap media abal-abal yang kerap menyaru sebagai media berkualitas,” ungkap dia.
Untuk bergabung dan mendapatkan sertifikasi JTI, jelas Alviani, setiap media bisa mendaftar di https://www.jti-app.com/ dan mengisi kuesioner mengenai identitas perusahaan dan proses produksi berita di medianya. Informasi itu akan dipublikasikan sebagai laporan transparansi media yang bersangkutan.
Nanti ada lembaga auditor kemudian mengaudit laporan tersebut. Auditor yang akan digandeng dalam proses ini di Asia Pasifik adalah Deloitte. Proses audit JTI ini mengikuti standar ISO yang biasa diterapkan di industri lain.
Staf regional RSF Biro Asia Pasifik, Liangwei-Huang menjelaskan, untuk biaya proses sertifikasi ini ditanggung sepenuhnya oleh RSF. Artinya, setiap media yang pertama kali mengikuti proses sertifikasi ini tidak dipungut biaya sepeser pun.
“Berikutnya, sertifikat JTI harus diperbarui setiap dua tahun. Jika tidak ada perubahan besar di media yang bersangkutan, biaya audit berikutnya akan lebih murah,” jelas dia.
Sementara, Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika menerangkan, sebuah proses sertifikasi yang profesional dan terukur untuk menguji ketaatan media mengikuti kode etik dan regulasi standar dalam proses bisnis dan produksi berita, diyakini mampu memperbaiki kepercayaan publik terhadap media.
“Pada pertengahan 2023 lalu, AMSI juga meluncurkan Trustworthy News Indicators sebagai bagian dari ikhtiar serupa, yang didukung oleh Internews dan USAID,” terang dia.
Pria yang akrab disapa Bli Komang itu menegaskan, sertifikasi JTI bisa melengkapi perangkat yang tersedia di Indonesia untuk menciptakan ekosistem bisnis media yang lebih sehat dan terpercaya.
“Trustworthy News Indicators dengan logo centang biru yang dipasang di website anggota AMSI bukan pesaing JTI, dan sebaliknya. Semua tools ini saling melengkapi,” tegas dia.
Saat ini, tambah Bli Komang, sudah lebih dari 50 media anggota AMSI menyatakan komitmen mengikuti Trustworthy News Indicators dan memasang logo ‘Trusted’ di situs beritanya.
“Tentu AMSI mendorong semua anggota mendaftarkan diri mengikuti proses sertifikasi JTI,” kata dia.
Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan, mendukung peluncuran JTI di Indonesia. Karena, proses verifikasi administrasi dan faktual di Dewan Pers juga merupakan bagian dari gerakan yang sama. Saat ini ada 1.700 media yang sudah terverifikasi di Dewan Pers, dan 12.000 media sudah mendaftar untuk diverifikasi.
“Dewan Pers akan menjajaki potensi kerjasama dengan RSF ke depan, agar JTI bisa menopang upaya meningkatkan kredibilitas dan kualitas media di Indonesia,” tutur dia, seraya menandaskan, Dewan Pers meminta AMSI mempelopori adopsi sertifikasi JTI dan mengajak asosiasi lain untuk juga terlibat. (aha)