YOGYAKARTA, fornews.co‒Tidak semua hal yang menarik adalah hiburan semata. Namun sebuah pameran lukisan di Yogyakarta mampu menyedot pengunjung dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Nani (25 tahun) mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM datang ke pameran bukan karena tugas kuliah. Selain menikmati lukisan, ia ingin mengetahui lebih banyak tentang sejarah Pangeran Diponegoro.
“Baru kali ini ke pameran,” ujarnya.
Nani berusaha tidak melewatkan semua hal terkait dengan sejarah. Bahkan mendatangi pameran yang menampilkan epik sejarah Pangeran Diponegoro.

Pameran lukisan bertajuk “Pameran Sastra Rupa Gambar Babad Diponegoro” di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No.7 Alun-alun Yogyakarta, tanggal 1-24 Februari 2019, memvisualisasikan isi Babad Diponegoro yang ditulis sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika dirinya diasingkan di Manado pada tahun 1831 hingga 1832.
“Semula berencana mengadakan pameran untuk Januari, tapi karena sesuatu hal rencana ditunda,” kata Eka (25 tahun), guru pembimbing SMA Negeri 10 Yogyakarta, Kamis.
Selain mengajarkan siswa-siswinya cara membuat proposal untuk sebuah pameran. Eka juga mengajak anak-anak didiknya ke pameran sastra rupa gambar Babad Diponegoro di Jogja Gallery untuk mempelajari konsep cara membuat tata ruang pameran lukisan.

Mereka sengaja ke pameran bukan bermaksud mengetahui sejarah Pangeran Diponegoro, melainkan hanya ingin mempelajari teknis bagaimana cara menyelenggarakan sebuah pameran lukisan. Saat berkunjung, Rio salah seorang volunter pameran, memandu puluhan pelajar SMA Negeri 10 Yogyakarta berkeliling di ruang pamer.
“Setelah ditanyakan ke anak-anak, untuk materi sejarah Diponegoro sudah ada di semester satu,” imbuhnya.
“Hanya pamerannya saja, bukan materi sejarahnya.”
Kepada fornews.co, Eka mengaku, puluhan anak-anak didiknya ke pameran sastra rupa gambar Babad Diponegoro setelah mendapat undangan dari pihak penyelenggara.

Ibnu Banuharli (56 tahun) pensiunan dosen Politeknik ATK Yogyakarta (dulu bernama Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta‒Red) datang ke pameran setelah dapat info dari mahasiswa.
“Cukup menarik unuk disajikan kepada masyarakat,” ujar pensiunan Dinas Kementerian Industri di ruang tamu pameran.
Ibnu seangkatan dengan Ronald Manullang (salah satu perupa dalam pameran Babad Diponegoro) sewaktu masih sama-sama kuliah di ASRI (sekarang ISI‒Red), di Yogyakarta.
Baca: Pameran Lukisan Babad Diponegoro Libatkan 51 Perupa Indonesia
“Ada beberapa perupa angkatan semasa di ASRi yang turut dalam pameran ini,” beber Ibnu.
Kerabat dekat Mbah Carik legenda jadah tempe di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini juga menyayangkan terhadap beredarnya buku-buku sejarah yang masih dipertanyakan kebenarannya.
“Sejarah perlu dikenalkan kepada generasi penerus dengan tidak membohongi kebenaran sejarahnya,” ujar Ibnu menutup perbincangan. (Adam)