JAKARTA, fornews.co – Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi bagi pelaku industri manufaktur nasional maupun global, meski kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu.
Hal tersebut diutarakan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, sambil menyebut kondisi itu tercermin dari realisasi penanaman modal sektor industri manufaktur pada periode Januari—September 2022, pencapaiannya hingga Rp365,2 triliun.
“Pencapaian itu meningkat 54 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp236,8 triliun,” kata Agus, dikutip dari laman resmi Kemenperin, Rabu (26/10/2022).
Data dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), ungkap Agus, pada sektor industri manufaktur memberikan kontribusi sebesar 40,9 persen terhadap total investasi yang mencapai Rp892,4 triliun.
Secara kumulatif, investasi di Indonesia tumbuh 35,3 persen (year-on-year) dan selama sembilan bulan ini telah berhasil mencapai 74,4 persen dari target Rp1.200 triliun pada tahun 2022. Kemudian, pada sisi penanaman modal dalam negeri (PMDN), realisasi di sektor industri manufaktur sebesar Rp104,9 triliun.
“Subsektor yang memberikan andil paling besar adalah industri makanan senilai Rp38 triliun atau menyumbang 9,2 persen dari total realisasi PMDN yang mencapai Rp413,1 triliun,” ungkap dia.
Berikutnya pada penanaman modal asing (PMA), jelas Agus, realisasi di sektor industri manufaktur menembus Rp260,3 triliun. Subsektor yang menyokong paling besar adalah industri logam dasar, barang logam, serta bukan mesin dan peralatannya dengan investasi menyentuh 8,5 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) atau berkontribusi 25,3 persen dari seluruh realisasi PMA yang berada di angka Rp479,3 triliun.
“Situasi dunia saat ini yang dilanda krisis pangan, energi, hingga finansial, semua negara berlomba-lomba berebut investasi karena investasi dapat mendorong peningkatan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan devisa,” jelas dia.
Agus menerangkan, seperti yang sering disampaikan Presiden Jokowi, hilirisasi industri menjadi prioritas nomor satu. Sebagai gambaran, saat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, kontribusi komoditas nikel nilainya sekitar Rp15 triliun dalam setahun.
“Setelah masuk ke industrialisasi, nilainya melompat tajam menjadi 20,9 miliar Dolar AS atau setara Rp360 triliun,” terang dia, seraya meyakini, peningkatan investasi di sektor manufaktur memiliki kolerasi dengan kebijakan pemerintah dalam memacu hilirisasi industri, khususnya sektor pertambangan. (aha)