JOGJA, fornews.co--Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebut kekerasan terhadap jurnalis paling sering dilakukan oleh polisi. Dalam sepuluh tahun terakhir tercatat 89 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia.
Hal itu diungkapkan AJI di depan ratusan massa unjuk rasa yang memprotes kekuasaan rezim Joko Widodo terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang sebagai Presiden.
Tak hanya itu, massa pengunjuk rasa juga memprotes rezim Presiden Joko Widodo yang melanggengkan oligarki dan politik dinasti.
Aksi unjuk rasa “Gejayan Kembali Memanggil” dengan hastag #aksisejagat pada Senin, 12 Februari 2024, di kawasan penting di Jogja dihadiri ratusan mahasiswa berikut masyarakat Jogja.
Dalam 5 tahun lebih terakhir, sebut AJI, polisi kembali menjadi aktor kekerasan terhadap jurnalis.
AJI mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menghentikan berbagai kekerasan terhadap kebebasan masyarakat sipil dalam berekspresi.
Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang Joko Widodo sebagai Presiden menjadi sorotan tajam karena telah merusak demokrasi di Indonesia.
“Tidak ada demokrasi dalam pemilu yang cacat,” ungkap AJI.
Menurut AJI, para jurnalis dapat bekerja menyampaikan informasi kerena adanya demokrasi yang sehat. Namun, tidak ada kebebasan Pers yang demokrasinya mati.
Kenyataannya, masih ada jurnalis yang mengalami kekerasan meski Pers disebut-sebut sebagai rekan.
“Katanya Pers adalah rekan. Tapi, kok dipukuli? Digebuki?” selorohnya.
Berikut tiga pernyataan sikap AJI kepada Presiden Joko Widodo.
1. Presiden Joko Widodo harus berhenti menyalahgunakan kekuasaan karena merusak demokrasi dan integritas pemilu.
2. Presiden Joko Widodo harus menghentikan berbagai jenis kekerasan terhadap masyarakat sipil yang menyampaikan ekspresi serta mengawasi integritas pemilu.
3. Presiden Joko Widodo harus memastikan kebebasan Pers dapat bekerja secara independen dan bebas dari kekerasan kriminalisasi maupun intervensi kepentingan politik. (adam)
Copyright © Fornews.co 2023. All rights reserved.

















