JAKARTA, fornews.co – Dalam merayakan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2019, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menekankan pentingnya mengartikan ulang keluarga dalam mewujudkan keluarga yang bertanggung jawab, dan toleran di tengah masyarakat.
Diuraikan bahwa keluarga yang bertanggung jawab merupakan keluarga yang memenuhi lima dimensi, yaitu : kelahiran, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan masa depan. Selain itu, prinsip kesetaraan dan keadilan menjadi hal yang harus direalisasikan sepenuhnya terhadao keluarga dalam daur hidup penuh setiap individu.
“Pun, kini keluarga sendiri seharusnya tidak dinarasikan dalam arti yang sempit, hanya keluarga inti saja. Namun, merupakan bentuk-bentuk keluarga yang disepakati yang tetap mengutamakan prinsip cinta dan kasih terhadap seluruh makhluk hidup,” ujar Ketua Pengurus Nasional PKBI Ichsan Malik, dalam siaran persnya, Sabtu (29/06).
Untuk itu, pada Harganas 2019 ini, PKBI berupaya mengajak kembali masyarakat dan pengambil keputusan untuk merefleksikan kembali berbagai macam tantangan yang dihadapi oleh keluarga Indonesia sekarang ini.
Pertama, tantangan pada dimensi kelahiran dan kesehatan. “Seolah-olah terjadi siklus yang kembali berulang pada awal tahun 1970-an di Indonesia, bahwa tingkat kelahiran bayi menjadi tinggi sekali, tingkat kematian ibu yang melahirkan terus meningkat, yang paling mengherankan, perkawinan usia muda meningkat kembali,” tuturnya
Tantangan kedua, terkait kecenderungan masyarakat Indonesia yang semakin Intoleran terhadap berbagai perbedaan yang ada di masyarakat, seperti perbedaan atas dasar agama, etnik, gender, disabilitas dan orientasi seksual.
“Padahal kita ketahui bersama, perbedaan itu adalah sesuatu yang telah terberi secara alamiah,” ujar Ichsan Malik.
Dalam bentuknya yang paling ekstrim, intoleransi dapat menyebabkan lahirnya fenomena keluarga radikal, seperti yang terjadi di Surabaya beberapa waktu silam. Ada beberapa keluarga yang sehat, sejahtera, berpendidikan, tapi kemudian melakukan bom bunuh diri bersama, satu keluarga, untuk menghancurkan orang lain yang berbeda agamanya.
Selain itu, benih-benih kebencian juga tumbuh subur terhadap kelompok minoritas seksual. Keluarga seharusnya menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi seluruh individu di dalamnya. Kenyataannya, stigma dan diskriminasi masih dialami oleh kelompok minoritas seksual di lingkungan keluarganya sendiri.
Ia menyerukan, di Hari Keluarga Nasional ini menjadi momen yang tepat untuk memaknai ulang esensi dan memasyarakatkan peran keluarga sebagai tempat perlindungan, penerimaan dan perkembangan individu.
“Keluarga sejatinya menjadi rumah terbaik baik semua individu, minoritas seksual, disabilitas, memiliki permasalahan hukum, Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA), korban kekerasan seksual dll,” tutur Ichsan Malik.
Berikut diuraikan terhadap lima dimensi tersebut:
1. Dimensi kelahiran, dimana setiap kelahiran itu diharapkan dan merupakan tindakan sadar dan harus direncanakan.
2. Dimensi kesehatan, yang paling penting sikap untuk hidup sehat, tindakan yang preventif jauh lebih penting daripada kuratif untuk menciptakan keluarga yang sehat.
3. Dimensi pendidikan, anak laki-laki atau perempuan dalam keluarga tidak boleh dibedakan pendidikannya, dan harus dilakukan secara dialogis.
4. Dimensi kesejahteraan yang dimaksudkan lebih kepada martabat dari keluarga (being) bukan sekadar memiliki kekayaan (having), dan
5. Dimensi masa depan, seluruh keluarga harus disiapkan untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks, harus dihindarkan keluarga-keluarga yang terperangkap kepada masa lalu. (ars)