PALEMBANG, fornews.co – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel menyebut, pelaksanaan transisi energi memerlukan sosialisasi hingga ke tingkatan masyarakat paling bawah, seperti ibu rumah tangga (IRT).
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Energi, pada Dinas ESDM Sumsel, Aryansyah, pada dasarnya Provinsi Sumsel mampu dan memiliki potensi untuk melakukan transisi energi. Dengan cadangan 82,24 persen bio energi yang menjadi potensi energi baru dan terbarukan (EBT) terbesar di Sumsel.
Bioenergi sendiri, sambung dia, adalah energi terbarukan yang diperoleh dari sumber biologis, umumnya biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang menyimpan energi cahaya matahari dalam bentuk energi kimia. Biomassa sebagai bahan bakar umumnya berupa kayu, limbah industri kayu, jerami, dan hasil pertanian seperti tebu yang dapat diolah menjadi bahan bakar.
“Sosialisasi hingga ke ibu rumah tangga, agar mereka memahami bahwa kita akan tidak lagi tergantung pada minyak tanah atau solar misalnya,” ujar Aryansyah kepada media usai Lokakarya Media yang diinisiasi Institute for Essential Service Reform (IESR) di Fave Hotel Palembang, Selasa (22/10/2024).
Melalui sosialisasi hingga ke IRT itu kata Aryansyah, informasi-informasi terkait transisi energi menjadi titik utama untuk disampaikan ke masyarakat, dan itu menjadi target dari Pemprov Sumsel, selain dengan mempersiapkan berbagai macam pemetaan di masing-masing kabupaten/kota di Sumsel.
“Karena tiap-tiap daerah itu mempunyai potensi (energi) yang berbeda,” kata dia.
Karena itu, ungkap Aryansyah, infrastruktur terkait transisi energi ini perlu segera diselesaikan, termasuk salah satunya memanfaatkan EBT ini pada mekanisme carbon trading atau perdagangan karbon yaitu aktivitas jual beli kredit karbon yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di bumi.
“Hitung-hitungan seperti ini yang juga sedang dirumuskan agar nanti dapat memberikan efek (positif) bagi Pemprov Sumsel,” ungkap dia.
Sementara, Koordinator Riset Sosial, Kebijakan dan Ekonomi IESR Martha Jessica Mendrofa menjelaskan, sebagai awak media yang berada di provinsi penghasil batubara kedua terbesar di Indonesia, perlu dipastikan seluruh media di Sumsel mampu memahami dinamika transisi energi di Indonesia khususnya dalam hal regulasi sebagai pedoman menuju transisi energi. Hal ini guna memberikan informasi akurat untuk memfasilitasi publik secara inklusif.
“Kita melihat media harus punya peran penting dan harus diperhatikan bagaimana bisa menyalurkan informasi dari pusat, dari daerah untuk masyarakat. Jadi, diskusi hari ini kita ingin tahu apa yang menurut media penting dan apa yang menurut kita penting supaya nanti kedepan kita sama – sama hasilnya sesuai dengan isi – isu yang ada di level lokal,” jelas dia.
Lebih jauh Martha menilai, Provinsi Sumsel sebagai salah satu penghasil batubara ternyata lebih kompleks masalah transisi energi dari wilayah lainnya. Karena menurutnya, banyak masalah yang terjadi dengan adanya batubara di Sumsel yang produksi masih berjalan.
Sehingga, berbicara mengenai transisi energi di Sumsel itu tidak bisa hanya fokus ke depan. Tapi juga harus fokus bagaimana menyelesaikan masalah yang ada sekarang, dimulai dari menyelesaikan masalah kesehatan, legalisasi, hingga kualitas lingkungan yang sudah terkhianati dari adanya pertambangan yang ada sekarang.
“Dan itu dilakukan paralel dengan diskusi kita mempersiapkan masa depan transisi energinya,” tandas dia.(sag)