JAKARTA, fornews.co – Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss, akhirnya secara resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), terkait tata niaga kelapa sawit.
Gugatan diajukan atas kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang dikeluarkan UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit dan turunannya asal Indonesia.
“Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation pada 9 Desember 2019 kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan. Keputusan ini dilakukan setelah kami bertemu dengan asosiasi/pelaku usaha produk kelapa sawit dalam negeri dan setelah melalui kajian ilmiah serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya,” ungkap Menteri Perdagangan Agus Suparmanto melalui keterangan resmi, Minggu (15/12).
Agus menegaskan gugatan tersebut dilayangkan sebagai bukti keseriusan Pemerintah dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation.
Masih ingat sejumlah langkah pemerintah pusat sebelum resmi protes ke WTO? Untuk menegaskan upaya itu, mari simak yang dilakukan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex saat menghadiri undangan Aliansi Minyak Sawit Eropa/(EPOA) di European Palm Oil Conference, Madrid awal Oktober 2018. Saat itu Dodi menilai kampanye negatif Uni Eropa merugikan industri sawit Indonesia.
Selaku Bupati Musi Banyuasin dan Ketua LKTL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari /Chairman of Sustainable Districts Platform), Dodi punya banyak energi menuntaskan persoalan ini. Dodi tak mau Muba yang punya potensi sawit besar dan menjadi penyumbang produk ekspor di Indonesia dengan nilai USD 20 miliar pada 2013 terganggu.
Uni Eropa (UE) yang mengeluarkan EU Labelling Regulation 1169/2011 mempersyaratkan pencantuman sumber minyak nabati secara spesifik untuk seluruh produk makanan yang beredar di UE. Selain itu Indonesia juga mendapat tuduhan dari UE atas produk biodiesel dan fatty alcohol.
“Muba ini kabupaten di Sumatra Selatan yang punya lahan sawit sangat luas. Muba pun tercatat sebagai pelopor peremajaan sawit di Indonesia. Muba menjadi contoh program peremajaan kebun (replanting) kelapa sawit melalui pendanaan langsung dari pemerintah pusat yang pada tahap awal menyasar 4.446 hektare kebun kelapa sawit masyarakat dan sekarang mencapai lebih kurang mencapai 12.000 hektare,” terang Dodi.
Di arena konferensi Minyak Sawit Eropa (European Palm Oil Conference/EPOC) 2018, Madrid Spanyol, Dodi berupaya meyakinkan pihak swasta industri sawit dunia, pemerintah Eropa serta para pakar minyak sawit dunia. Dodi membawa misi dan pesan bahwa kelapa sawit Indonesia ramah lingkungan.
“Dunia harus tahu industri sawit Indonesia ramah lingkungan dan berkelanjutan,” terang Dodi yang berbicara di forum internasional tersebut pada 3 dan 4 Oktober 2018.
Menurut Dodi Reza Alex, konferensi ini menghadirkan Yayasan Spanyol tentang Minyak Sawit Berkelanjutan, proyek Minyak Sawit Berkelanjutan Eropa, dan sejalan dengan Inisiatif Nasional Eropa untuk Minyak Sawit Berkelanjutan, Negara Penghasil Minyak Sawit dan Deklarasi Amsterdam Group. Pihak paling kompeten dalam industri sawit Eropa ini fokus dalam mendukung rantai suplai minyak sawit berkelanjutan sepenuhnya pada tahun 2020.
Dari sisi pelaku industri sawit, kampanye juga dilakukan. Salah satunya dari Ketua GAPKI Pusat Bidang Tenaga Kerja Sumarjono Saragih. Ia hadir di Italia, tepatnya di Turin awal Desember 2019. Di negara Uni Eropa yang tak ramah sawit ini, Sumarjono bicara soal buruh sawit Indonesia.
Pada acara yang digagas ILO (International Labour Organisation) tersebut hadir 100 orang lebih dari 38 negara. Ada High Level Panel: Promotion Decent Work in Rural Economy. Alias Promosi Kerja Layak (Sawit) di Pedesaan. Sumarjono hadir sebagai wakil sawit Indonesia. Bersama 5 panelis lain dari berbagai negara dan organisasi penting dunia seperti FAO, IFAD, ILO mendampingi juga delegasi Mexico dan Zambia.
Kesempatan penting ini dipakai Sumarjono sebagai promosi paling manjur di kancah dunia. Maklum, menurutnya stigma buruk akibat kampanye negatif dan hitam harus di-counter. Dan dunia harus tahu ada banyak hal baik yang sudah dicapai.
“Ini kesempatan bagus menyampaikan buah kerja sama GAPKI-Buruh-Petani bersama ILO,” tuturnya.
Menurut dia, sejak 2016 ragam aksi ILO-GAPKI-Buruh sudah dilakukan. Ada pelatihan, workshop, promosi dan implementasi. Apresiasi disampaikan kepada ILO Indonesia yang sudah menjadi mitra penting dalam upaya merubah wajah sawit khususnya aspek buruh. Bahkan diberi panggung publikasi langsung di negara UE.
“Nah, secara khusus saya sangat berterima kasih kepada Bupati Muba Dodi Reza Alex yang sepakat menjadikan Kabupaten Muba sebagai pilot project Implementasi Kerja Layak. Tahap awal akan dimulai dengan “Kabupaten Sawit Ramah Anak,” terangnya.
Diakui Sumarjono, tuduhan UE dan masyarakat global atas sawit Indonesia cukup banyak. Baik dari sisi lingkungan, kesehatan, sosial dan manusia. Dalam aspek manusia, Indonesia dituduh melakukan praktik yang jauh dari kerja layak atau ‘decent work’ yang sudah menjadi acuan global (ILO/PBB).
“Merubah wajah sawit Indonesia perlu upaya gotong royong. Perbaikan dalam negeri dan diplomasi global. Anda tertarik menjadi bagian kerja besar ini? Ini urusan menyelamatkan 16,2 juta manusia yang hidup dari sawit. Juga menjaga industri sawit yang ‘terlanjur’ menjadi jantung ekonomi dan devisa negara,” tutup Sumarjono. (ije/rel)