YOGYAKARTA, fornews.co-Sepinya pengunjung di Goa Selarong, Kembangputihan, Pajangan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) salah satu penyebabnya adalah minimnya daya tarik yang dipromosikan.
Goa Selarong pernah digunakan sebagai tempat pesembunyian Pangeran Diponegoro berserta pasukannya dari kejaran musuh. Semula Belanda selalu gagal menangkapnya. Tapi karena pengkhianatan, Pangeran Diponegoro kalah dikeroyok musuh-musuhnya. Ia diasingkan Belanda ke Manado hingga wafat di usia ke-69.
Namun siapa sangka penjaga retribusi Goa Selarong, Mursidi (47 tahun) asli warga Kembangputihan, merupakan keturunan langsung dari Raden Mas Joyo Kenthol seorang Senopati tangguh di masa Perang Diponegoro meletus di tanah Jawa pada tahun 1825-1830.
Secara turun temurun, melalui kakeknya Kromo Sentono, Mursidi mendapat pesan bahwa pendahulunya tidak ingin lagi disebut-sebut sebagai bagian dari keluarga Kraton.
“Kakek saya pernah menyampaikan wasiat dari Raden Mas Joyo Kethol, beliau tidak ingin lagi disebut-sebut sebagai keluarga Kraton hingga keturunannya,” katanya.
Trah langsung dari Raden Mas Joyo Kenthol, Mursidi, menjelaskan bahwa keluarganya ingin menjadi rakyat biasa. Sementara dari keluarga yang lain masih mempertahankan gelar kratonnya.
“Kami tidak pernah meminta kekancingan dari Kraton,” katanya pekan lalu.
Setelah peristiwa Perang Diponegoro, keluarga Mursidi dari garis keturunan yang lain dari Kromo Sentono dan sebelumnya, menolak bergelar Kraton.
Sebelum diambil pemerintah, kawasan Goa Selarong merupakan milik pribadi Kromo Sentono.
Raden Joyo Kenthol merupakan menantu Raja Mataram Sultan HB III yang mengawini saudara perempuan Pangeran Diponegoro. Ia seorang Senopati pilihan Pangeran Diponegoro.
Kini penjaga retribusi Mursidi telah diangkat mejadi PNS setelah sepuluh tahun lebih menjadi honorer di Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul DIY. (Adam)