Alwi Alim (Palembang)
Berbicara etnis Tionghoa di Sumatra Selatan khususnya Kota Palembang, maka hal itu bukan sesuatu yang asing lagi. Sebab keturunan Tionghoa di Palembang telah hadir ratusan tahun lalu melalui koneksi perdagangan.
Etnis Tionghoa ini pun kebanyakan tinggal di pinggiran Sungai Musi. Makanya banyak perkampungan etnis Tionghoa berkumpul di pinggiran sungai baik di seberang ilir maupun seberang ulu Kota Palembang.
“Masyarakat Tionghoa ini masuk untuk berdagang di daerah Seberang Ulu Palembang, tepatnya di pinggiran Sungai Musi hingga akhirnya menetap dan menikah dengan keturunan asli daerah Palembang,” kata Mulyadi yang merupakan keturunan ke-14 Kapiten Tjoa Ham Ling.
Bahkan, untuk memimpin etnis Thionghoa di Kota Palembang yang mulai ramai, Pemerintah Kolonial Belanda yang menguasai Palembang saat itu menunjuk Tjoa Kie Tjuan sebagai kapiten atau pemimpin pertama etnis Tionghoa di Palembang pada tahun 1830. Kapiten Tjoa Kie Tjuan menjadi pemimpin wilayah Seberang Ulu Palembang untuk menjalankan pemerintahan Belanda di Seberang Ulu.
“Tugas kapiten sendiri memimpin wilayah di Seberang Ulu Palembang untuk menjalankan pemerintahan Belanda,” jelasnya.

Sang kapiten sendiri memiliki ruangan khusus saat menjalankan tugasnya yang kini dikenal sebagai Kampung Kapitan. Ruangan khusus tersebut memiliki dua jendela yang dapat melihat kondisi perairan sehingga kapal yang masuk dapat langsung dipantau oleh sang Kapiten.
Masa pemerintahan Kapiten Tjoa Kie Tjuan pun berakhir dan dilanjutkan oleh keturunannya yakni Tjoa Ham Ling pada tahun 1871. Hingga akhirnya pemerintah Belanda pun hengkang dari Palembang dan pengangkatan seorang kapiten pun terhenti di masa Tjoa Ham Ling.
Meskipun begitu, banyak peninggalan sejarah dari zaman tersebut yang hingga kini tetap ada salah satunya Kampung Kapitan dan seluruh petikan surat pengangkatan kapiten oleh pemerintah Belanda. Kini Kampung Kapitan masuk dalam cagar budaya karena sudah berusia lebih dari 50 tahunan.
“Sang kapiten pun dimakamkan secara terpisah, Tjoa Kie Tjuan dimakamkan di Seberang Ulu Palembang, sedangkan Tjoa Ham Ling dimakamkan di Kembang Manis Palembang,” ujarnya.
Sebagai keturunan dari kapiten, dirinya menerima amanah untuk mengurus dan merawat peninggalan di Kampung Kapitan ini. Bahkan, dirinya pun membuat ruang khusus milik leluhurnya sedemikian rupa dan baju sang kapiten saat menjabat.
“Ini merupakan tugas saya sekarang yang merupakan keturunan kapiten terdahulu. Tentunya ini akan saya rawat hingga penerus berikutnya,” tutup Mulyadi. (*)