PALEMBANG, fornews.co – Pelaksanaan debat kandidat terbuka Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumsel periode II, yang digelar di Hotel Wyndham, Kamis (21/06) malam mendapat sorotan.
Pasalnya, fokus para pasangan calon (paslon) gubernur dan semua pendukung yang hadir, terganggu dengan adanya kejadian padamnya lampu sorot panggung sebanyak dua kali dalam beberapa menit.
Pemerhati Politik Sumsel dari Forum Demokrasi Sriwijaya, Bagindo Togar Bb menilai, sangat menyayangkan kejadian tersebut. Apalagi, pemilihan tempat penyelenggaraan debat terbuka itu digelar di hotel yang baru beroperasional di Palembang. Entah penyebabnya dari pihak hotel, PLN atau oleh stasiun TV yang menyiarkannya. Sehingga, kemudian si pembawa acara justru bersolo lisan pada tata cahaya yang kurang kontras.
“Ini mengakibatkan lalulintas debat menjadi kurang maksimal. Ditambah panelis yang mengajukan pertanyaan yang tidak mampu menyesuaikan durasi waktu yang begitu terbatas. Memang para akademisi yang menjadi panelis sangat berkelas, tapi terkesan dipahami berat bagi para Paslon Gubernur dalam menjawab dalam bahasa sederhana, atau mudah dimengerti oleh audiens. Akhirnya, pembahasan tema besar dalam debat ini, yakni peningkatan daya saing daerah, menjadi bias,” terangnya.
Akan tetapi, Bagindo menerangkan, bila menyorot kapabilitas para paslon secara keseluruhan, dari empat sesi alur acara debat terbuka ini, hal yang bisa diuraikan bahwa Paslon Gubernur Sumsel nomor urut 1 begitu seronok percaya dirinya. Khusus sosok calon gubernur nya, terkesan sepele atau tanpa persiapan yang berarti ketika akan mengikuti acara debat.
“Misalnya, dalam opening statement melakukan over spending time, menjawab pertanyaan panelis dan para paslon lainnya kurang jelas deskripsi atau tujuannya, dan lebih mengandalkan retorika, normatif, serta tebar pesona,” terangnya.
Mengenai Paslon Gubernur Sumsel nomor urut 2, ungkapnya, untuk debat kali ini mampu mencuri perhatian audiens, juga penonton di luar panggung debat. Karena penampilannya yang rapi, casual, lugas, santun dan realistis, dalam bertanya dan memberi jawaban. Sepertinya mampu memposisikan diri sebagai figur yang mampu merangkul antar paslon lain, yang ambisinya tengah lagi memuncak untuk segera menjadi pemenang dalam kontestasi Pilgub Sumsel ini.
“Sedangkan Paslon Gubermur Sumsel nomor urut 3, kelihatan lancar dan jelas dalam menyatakan program kerja, visi misi, maupun jawaban atas pertanyaan panelis maupun perwakilan warga. Mungkin saja, hal ini dikarenakan kombinasi latar belakang paslon, yakni pasangan birokrat berpengalaman dengan akademisi profesional. Walau tak terhindarkan, agak textual serta kurang flush intonasi penyampaiannya,” ungkapnya.
Kemudian untuk Paslon Gubernur Sumsel nomor urut 4, Bagindo menuturkan, energinya relatif banyak terkuras untuk tampil sempurna, yang justru menjadi tidak sempurna, dalam embangun performa menjadi paslon yang sangat siap mengikuti event debat kandidat ini. Walau tak bisa dipungkiri, paslon nomor urut 4 ini memiliki kemampuan mumpuni dalam memberi jawaban, maupun penjelasan atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka.
“Memang, tujuan dan efekfitas Debat Terbuka Kandidat Pilgub Sumsel ini, bukan jadi acuan utama para pemilih mengambil keputusan pilihan politik masyarakat, dalam menentukan pemimpin daerah ini untuk periode lima tahun ke depan,” tuturnya.
Tapi, Bagindo menegaskan, melalui media debat seperti ini, publik diharapkan memperoleh manfaat atau masukan tambahan akan kualitas profil calon gubernur yang telah atau kelak didukungnya. Agar tidak terjebak atau salah pilih, memberikan hak politiknya kepada figur “Pemberi Cek Kosong”.
“Dimana sesungguhnya pemerintah adalah fasilitator serta regulator pembangunan. Bukan berarti semua permasalahan dan tuntutan masyarakat bisa diserap serta dengan mudahnya diselesaikan oleh pemerintah,” tandasnya. (tul)