JAKARTA, fornews.co – Momen diskusi ‘Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional’ yang digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (28/9/2024), tiba-tiba dibubarkan sekelompok orang tak dikenal.
Hadirnya sejumlah orang tak dikenal yang sebagian mengenakan topi itu, langsung masuk dan melakukan pengrusakan alat-alat diskusi pada acara tersebut.
Memang, pada kejadian tersebut ada aparat kepolisian, namun tidak mengambil Tindakan pencegahan. Mereka hanya menonton dan membiarkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh mereka.
Menyikapi peristiwa itu, Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menyampaikan, pihaknya mengecam keras terjadinya pembubaran diskusi secara paksa tersebut oleh aksi premanisme tersebut.
“Tindakan pembubaran diskusi tersebut merupakan teror terhadap kebebasan berekspresi dan ancaman atas ruang sipil yang semakin menyempit,” ujar dia, dalam keterangan resminya, Sabtu (28/9/2024).
Kemudian, kata Halili, SETARA Institute mengecam tindakan pembiaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian atas aksi premanisme dalam pembubaran diskusi oleh sejumlah orang tersebut.
“Aparat kepolisian seharusnya mengambil tindakan yang presisi untuk melindungi kebebasan berpikir dan kebebasan berekspresi dalam diskusi dimaksud. Pembiaran yang dilakukan oleh aparat negara merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia (violation by omission),” tegas dia.
Tak hanya itu, ungkap Halili, bahwa aksi premanisme yang meneror kebebasan sipil bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya terjadi kekerasan serupa yang mengintimidasi dan menakut-nakuti masyarakat sipil dan media dalam berekspresi, antara lain perusakan kendaraan Jurnalis Majalah Tempo Hussein Abri Dongoran.
“Kami SETARA Institute mendesak pemerintah, khususnya aparat kepolisian, untuk mengusut tuntas sejumlah aksi premanisme dan mempertanggungjawabkan kepada publik penanganan aksi premanisme dimaksud,” ungkap dia.
Halili melanjutkan, pembubaran diskusi melalui aksi premanisme tersebut dalam pandangan SETARA Institute merupakan alarm nyaring yang menandai bahwa kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut (regressive democracy). (aha)