BATURAJA, fornews.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ogan Komering Ulu (OKU), menyimpulkan dari temuan 6.000 ton beras milik Bulog Subdivre OKU, yang telah menyebabkan kerugian negara mencapai puluhan miliar kesalahan yang dibuat Bulog itu sendiri.
Hal ini disebabkan sistem kerja di badan usaha negara urusan logistik tersebut, ditengarai tidak menggunakan statistical quality control (SQC) dalam menjaga mutu.
“Hitung saja 6.000 ton X Rp7.300 sesuai harga beli Bulog, maka akan keluar nominal sebesar Rp43,8 milyar. Itu uang yang sangat banyak, di mana saat ini masih ada warga yang memang belum mampu yang harus dibantu walau hanya dengan beras,” ujar Anggota Komisi I DPRD OKU, Yopi Syahrudin, usai mendengar pendapat Kabulog Subdivre OKU, Deni Laksana Putra di DPRD, Jumat (08/02).
“Menurut kami tetap saja, Bulog zolim kepada masyarakat, sistem pembelian dan pengadaan tidak lagi menggunakan statistical quality control. Jangan-jangan memang ada beras yang tidak bermutu atau tidak sesuai standar masih dibeli,” singgung Yopi.
Kepala Bulog SubDivre Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Deni Laksana Putra mengatakan, jika menumpuknya beras tahun 2015 di dalam gudang tersebut karena perubahan kebijakan pemerintah pusat. Di mana pada tahun tersebut, peredaran beras tidak seimbang, penyerapan gabah banyak namun pagu dikurangi.
“Kita hanya eksekutor saja, tahun 2015 kita menyerap 18 juta ton, namun dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat, lajur beras di OKU Raya, tidak seimbang,” katanya.
Deni juga tidak memungkiri jika management Bulog kurang maksimal dan tidak sesuai dengan Standar Operasional Bulog. “Ke depan saya akan merubah itu semua, terimakasih,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Deni menjelaskan jika beras medium atau yang sering disebut Raskin ketahanannya hanya empat bulan saja, setelah itu beras akan turun mutu.
“Sesuai dengan SOP layak tidaknya beras untuk Raskin harus memenuhi empat unsur, pertama kadar air hanya 14%, kedua hancur 20%, menir 2%. Lalu diperiksa oleh tim Petugas Pemeriksa Kualitas (PPK) minimal 10% dari total yang akan diserap. Kalau tim merekomendasikan, maka langsung masuk ke gilingan,” imbuh Deni.
Lebih jauh dikatakannya bahwa Tidak hanya beras, temuan 250 ton gula pasir yang sudah kedaluarsa di gudang. Kata Deni gudang milik Bulog tidak standar untuk menyimpan gula, namun pemerintah pusat tetap mengirimkan gula tersebut untuk dikomersilkan.
“2017 lalu kita dikirim gula dari PTPN 10 sebanyak 250 ton untuk dijual. Karena saat itu harga gula di pasaran lebih murah dari gula milik Bulog. Alhasil, gula tersebut tidak laku dan menumpuk di sini. Namun sudah kita ajukan untuk ditarik lagi oleh pemerintah pusat,” tukasnya. (gus)