KAYUAGUNG, fornews.co – Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mendapatkan beberapa catatan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pencegahan korupsi terintegrasi tahun 2018.
Salah satu poin penting yang menjadi catatan dari KPK adalah terkait kewajiban menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan laporan gratifikasi. Menurutnya, berdasarkan hasil evaluasi wajib lapor LHKPN di OKI, masih sangat rendah. LHKPN ini wajib berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan KPK. Sedangkan laporan gratifikasi dilakukan jika ada saja.
“Di OKI, ada 177 orang wajib lapor (LHKPN), tapi (berdasarkan catatan) baru 40% yang melapor. Bahkan, di DPRD dari 41 orang yang wajib lapor baru 1 orang yang menyampaikan laporan,” ungkap Kepala Satgas Korsupgah KPK, Aida Ratna zulaiha pada Rakor dan Evaluasi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Kantor Bupati OKI, Kamis (21/03).
Aida menerangkan, sejak 2009 hingga 2018, bahwa modus korupsi utama yang paling besar ditemukan adalah suap dan pengadaan barang dan jasa dengan 87%. Di mana yang paling banyak terjerat adalah aktor politik dan eksekutif, sehingga menurutnya pencegahan korupsi terintegrasi ini sangat diperlukan.
“Untuk itu koordinasi dan pencegahan supervisi korupsi ini dilakukan. Jadi kami datang menyampaikan,” ujarnya.
Lanjut Aida, 11 catatan yang ditujukan kepada Pemkab OKI, ini bukan hanya catatan negatif seperti penyampaian LHKPN yang masih rendah. Namun, juga terdapat beberapa catatan positif seperti peringkat kelima dari 18 kabupaten/kota plus provinsi di Sumsel, tentang pencapaian Renaksi Korsupgah dengan nilai 68%.
Pengelolaan dana desa juga termasuk menjadi catatan positif dari KPK ini. “Nilai ini sebenarnya masih perlu ditingkatkan salah satunya dalam perencanaan dan termasuk optimalisasi pendapatan daerah. Manajemen aset juga walaupun relatif tinggi agar terus diperbaiki sehingga bisa lebih tinggi lagi,” jelasnya.
Sementara terkait hal-hal yang menjadi catatan negatif ada kemungkinan karena kekeliruan, untuk itu ke depan agar lebih diperhatikan timing, dan ketepatan sehingga bisa lebih tepat.
Menanggapi hal ini, Bupati OKI, H Iskandar SE mengatakan, catatan-catatan ini adalah untuk penyempurnaan ke depan. Menurutnya, pertemuan dengan pihak KPK adalah agar para OPD di daerah ini dapat melaksanakan tugas dengan aman dan nyaman.
Menurut Iskandar, OKI, harus merespon positif untuk mencegah KKN ini dan mencapai tujuan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. “Dan ini akan berdampak kepada kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
“Kemarin saya juga hadir di provinsi, saya mendengar dan menyimak dan aksi (pencegahan) ini harus kita lakukan. Saya yang bertanggungjawab langsung sebagai bupati membawa pemerintahan yang baik bersih dan berwibawa, saya punya wewenang,” tegasnya.
Dalam kegiatan ini, diharapkan komitmen Kepala Daerah dan jajarannya untuk melanjutkan program dan perbaikan tata kelola dalam rangka memperkecil titik rawan korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsi. tujuan akhirnya supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi di wilayahnya.
Setelah kegiatan Rakor, sesuai agenda sore ini KPK akan melakukan Audiensi dan sosialisasi dengan Pimpinan dan anggota DPRD OKI, serta pejabat terkait di lingkungan sekretariat DPRD. Di kesempatan ini, KPK akan meminta komitmen DPRD mengenai Prorgam Pencegahan Korupsi sekaligus mengingatkan kembali terkait dengan modus-modus korupsi yang selama ini dipetakan oleh KPK di antaranya:
1. Perencanaan APBD meliputi: pembagian dan pengaturan “jatah proyek” APBD dan Ijon proyek, meminta/menerima hadiah/sesuatu pada proses perencanaan APBD;
2. Penganggaran APBD meliputi: pembahasan dan pengesahan RAPBD “Uang Ketok” dll, dana aspirasi, dan Pokir yang tidak sah;
3. Pelaksanaan APBD: PBJ mark-up, penurunan spek/kualitas, dan pemotongan oleh bendahara;
4. Perizinan;
5. Pembahasan dan Pengesahan Regulasi;
6. Pengelolaan pendapatan daerah;
7. Rekrutmen, promosi, mutasi, dan rotasi kepegawaian;
8. Pelayanan publik. (rif)