SEKAYU, fornews.co – DPRD Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait tapal batas Muba dan Musi Rawas Utara (Muratara), serta soal kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara yang diduga dilakukan PT Gorby Putra Utama (GPU) yang dikeluhkan warga.
Anggota Komisi II DPRD Muba, Rabik HS, SH, MH menyatakan, RDPU yang digelar pada Rabu (27/9/2023) lalu itu, karena ribuan warga dari sejumlah desa yang terlibat dalam protes, menuntut tindakan segera dari pemerintah terkait perubahan Permendagri yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan antara kedua kabupaten bersebelahan.
Nah masalah itu berawal saat dikeluarkannya Permendagri 76 Tahun 2012 yang mengubah batas wilayah antara Kabupaten Muba dan Muratara. Sesuai kesepakatan sebelumnya, wilayah Muba dan Musi Rawas (Mura) sudah dimekarkan menjadi Kabupaten Muratara. Tetapi, perubahan itu tak sesuai dengan kesepakatan awal. Desa Sako Suban, yang semula termasuk dalam wilayah Muba, menjadi bagian dari Muratara sesuai dengan perubahan tersebut.
‘’Masalah itu makin rumit ketika dikeluarkannya Permendagri 50 Tahun 2015 yang memasang patok batas alam sungai sebagai batas utama antara dusun-dusun dan desa-desa di wilayah tersebut. Patok batas ini menjadi sumber pertikaian antara dua kabupaten itu, khususnya di Dusun 3 Desa Sako Suban,” ujar dia.
Rabik mengungkapkan, untuk mencari solusi sengketa batas dan isu lingkungan itu, RDPU diadakan untuk mengundang seluruh desa terkait guna menggali informasi lebih rinci lagi. Satu isu yang muncul yakni perbaikan terhadap penambangan batubara oleh PT GPU, yang dituduh merampok wilayah Muba dan melintasi kabupaten ini.
Aksi massa warga itu awalnya dimulai oleh masyarakat Desa Pangkalan Bulian, Kecamatan Bayung Lencir, yang memprotes aktivitas penambangan batubara di wilayah mereka dengan menghadang sekitar 2000 mobil pengangkut batubara.
‘’Aksi warga ini juga mengangkat isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan batubara. Kebun jeruk yang telah rusak selama tiga tahun tidak mendapatkan ganti rugi,” ungkap Rabik kepada wartawan beberapa hari yang lalu.
Kemudian, jelas Rabik, kerusakan lingkungan yang disebabkan angkutan batubara itu juga mencakup pencemaran air dan debu di sekitar wilayah mereka, yang mengakibatkan matinya pohon pisang dan pohon pinang.
‘’Setelah berlangsung aksi masa yang cukup panjang, PT MMJ (Musi Mitra Jaya) akhirnya berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat, sehingga jalan yang sebelumnya ditutup bisa dibuka kembali,” jelas politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Kendala lain yang dihadapi oleh Kabupaten Muba, terang dia, adalah perizinan hauling batubara dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) penambangan. Karena, nyatanya jalan tambang yang digunakan oleh PT MMJ tersebut milik PT MMJ itu sendiri.
‘’Pada demonstrasi ini, ada pertanyaan terkait kontribusi PT MMJ kepada Kabupaten Muba. Setahu saya tidak ada keuntungan yang diperoleh Kabupaten Muba dari perusahaan tersebut,” terang dia.
Rabik menambahkan, inti dari aksi dari ribuan massa yang merupakan warga di Kabupaten Muba itu adalah bentuk protes terhadap sengketa batas wilayah dengan Muratara dan isu lingkungan akibat penambangan batubara.
‘’Masyarakat menuntut penyelesaian yang adil dan transparan dari pemerintah dan mengingatkan perusahaan-perusahaan yang terlibat untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat setempat,” tegas dia.
Sementara, sebelumnya Tim Kuasa Hukum PT GPU, Sofhuan Yusfiansyah SH, mengatakan, PT GPU telah memiliki izin usaha pertambangan operasi (IUP-OP) Berdasarkan SK Bupati Musi Rawas No. 002/KPTS/Distamben/2009 tanggal 1 Juni 2009, dan bersertifikat Clear and Clean No. 38/Bb/03/2012 Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Kemudian, telah ada persetujuan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral dan Batubara Republik Indonesia Terkait RKAB IUP OP Tahun 2023. PT Gorby Putra Utama dengan Nomor Surat: T-1856.RKAB/MB.05/DJB.B/2022. Untuk selanjutnya PT GPU melakukan operasional pertambangan atau aktifitas lainnya. berlokasi di Kecamatan Rawas Ilir, Musi Rawas Utara Propinsi Sumatera Selatan.
“Artinya, aktifitas pertambangan klien kami memiliki perizinan yang konstitusional, berada di lokasi yang sah dan benar, yakni di Kabupaten Muratara,” kata dia.
Berikutnya, tutur dia, dengan terbit Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 1/Pbt/KEM-ATR/BPN/VI/2023 tentang PEMBATALAN Surat Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 83/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2021 tanggal 4 November 2021 dan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor : 0016/MUBA Atas Nama PT SKB berkedudukan di Palembang seluas 3.859,70 Ha di Kabupaten Muba, karena cacat administrasi dan telah dicabut BPN untuk selanjutnya status tanah dikembalikan ke Negara.
“Dengan batalnya sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) itu maka lokasi areal yang telah dibebaskan dan telah diganti rugi oleh PT GPU telah mutlak menjadi hak PT GPU, untuk dipergunakan sesuai peruntukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan sektor pertambangan yaitu melakukan kegiatan pertambangan,” tandas dia. (kaf)