PALEMBANG, fornews.co – Kasus penyekapan dan penelantaran Sindi Purnama Sari (25), korban yang merupakan istri dari tersangka Wahyu Saputra (26), hingga berakhir dengan meninggal dunia, ternyata berawal dari perasaan jengkel lantaran enggan diajak berhubungan suami istri.
“Saya kesal pak, saat diajak berhubungan badan tidak mau,” kilah dia, saat pers rilis dan tersangka di Mapolrestabes Palembang, Selasa (28/1/2025) sore.
Seperti diketahui, bahwa korban Sindi Purnama Sari disekap dan diterlantarkan oleh tersangka Wahyu Hidayat selama tiga bulan di kediaman mereka di Jalan Abi Kusno, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kecamatan Kertapati, Palembang.
Atas laporan dari kakak korban, Purwanto (32) maka Satreskrim melakukan pendalaman peristiwa apa yang terjadi. Purwanto melaporkan Wahyu Hidayat terkait kasus UU No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Kapolrestabes Palembang, Kombes Pol Harryo Sugihhartono menyatakan, setelah ada laporan tersebut, maka pihaknya langsung mengumpulkan beberapa barang bukti dan aduan ditingkatkan dalam penyidikan.
“Pada Senin (27/1/2025) malam, kita meningkatkan Wahyu Hidayat, suami korban Wahyu Saputra menjadi tersangka,” ujar dia, saat pers rilis di Mapoltabes Palembang, Selasa (28/1/2025) sore.
Harryo mengungkapkan, sebelum masuk tahun 2025 ini, korban mengidap penyakit pneumonia atau kanker paru, yang klimaknya terjadi pada Desember 2024. Saat mengetahui kondisi fisik istrinya makin memprihatinkan, tersangka justru tidak dilakukan tindakan-tindakan yang diperlukan.
“Kita telah mengkonfirmasi pihak rumah sakit dan dokter yang mengurusnya menyimpulkan korban menderita penyakit pneumonia atau kanker paru yang menggerogoti tubuhnya dan mengganggu pernapasan. Berdasarkan hasil visum, dalam tubuh korban tidak dijumpai tanda-tanda yang mencurigakan apakah itu penganiayaan atau lainnya,” ungkap dia.
Kemudian, jelas Harryo, pada tanggal 9 Januari 2025 tersangka mencoba memberikan makanan kepada korban karena fisiknya lemas hingga tanggal 16 Januari 2025.
“Hanya saja, tersangka memberikan makan dalam situasi tidak menguntungkan, hanya menaruhkan makanan sekedarnya disamping tempat tidur korban,” jelas dia.
Berikutnya pada 17 Januari 2025, terang Harryo, melihat korban semakin memprihatinkan, tersangka mencoba menghilangkan bau badan korban karena telah lama tidak mandi, lalu memandikan korban pagi harinya. Saat siang menjelang sore menyuapi korban makan, pada dini hari tersangka menginginkan berhubungan suami istri.
Permintaan dari tersangka itu sering kali ditolak korban sebelum kejadian ini, karena kondisi fisik korban yang tidak memungkinkan. Karena ditolak korban itulah, kemudian tersangka membiarkan korban dalam kondisi lemah.
“Pada tanggal 19 hingga 21 Januari 2025 kondisi korban semakin melemah. Setiap hari tersangka tetap menyiapkan makanan namun hanya diletakkan disamping tempat tidur korban tanpa disuapi. Lalu, tangga 21 Januari 2025, korban mengalami sesak napas. Tersangka menghubungi, Dea, tetangga mereka, bertanya terkait alat infus. Namun Dea tidak bisa membantu akhirnya Dea menginformasikan kepada pak RT tentang kondisi korban,” terang dia.
Nah, setelah diberi masukan oleh para tetangga, akhirnya tersangka membawa korban ke Rumah Sakit (RS) Hermina dan informasi ini didengar oleh kakak korban, Purwanto. Pada tanggal 21 Januari, Purwanto mendatangi rumah korban, namun korban sudah menuju ke rumah sakit dan melihat kondisi adiknya sangat memprihatinkan.
“Pada tanggal 23 Januari 2025 korban meninggal dunia di RS Hermina,” tandas dia. (aha)