ACEH, fornews.co – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) RI mengungkapkan, berita yang terverifikasi hoaks menjelang Pemilu meningkat tajam. Di mana 30% kabar bohong itu bertema dan bermuatan politik.
Agustus tahun lalu, berita yang terbukti palsu jumlahnya mecapai 25. Namun, pada Januari 2019 angka tersebut naik tujuh kali lipat (berkisar 175). Dan melonjak kembali di Februari atau naik dua kali lipat dibanding Januari, menjadi 353.
“Ada upaya-upaya delegitimasi dan membangun distrust kepada pemerintah melalui hoaks,” kata Menteri Komunikasi, Rudiantara, saat memberi sambutan pada Seminar Nasional bertema “Hoaks dan Implikasinya terhadap Demokrasi dan Pembangunan Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh KSP di berlangsung di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Selasa (02/04).
Menurut Rudi, masyarakat perlu membiasakan diri untuk memverifikasi informasi. Tentu saja penyebaran berita bohong ini merugikan kehidupan berbangsa, bahkan bisa memicu perpecahan.
Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V KSP menyampaikan, hoaks telah menghambat upaya pemerintah membangun dan menyejahterakan masyarakat. Hoaks bukan sekadar kabar yang bohong dan fitnah. Penyebarnya dengan sengaja membuat bingung masyarakat, sehingga mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia.
Pemerintah punya banyak sekali program yang baik untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Seperti program PKH, BPJS, kredit mekar, dan lainnya. Namun, sering program-program itu terhambat realisasinya karena masyarakat diracuni berita bohong untuk tidak percaya pada pemerintah. “Ini sangat merugikan masyarakat luas,” kata Jaleswari.
Seminar Nasional yang dihadiri sekitar 1.000 mahasiswa Unsyiah itu menghadirkan beberapa narasumber terkemuka. Di antaranya guru besar ilmu politik LIPI, Prof. Syamsuddin Haris, anggota dewan pers Yosep Adi Prasetyo. Hadir pula Wakil Direktur Cybercrime Mabes Polri Kombes Polisi Asep Syafrudin dan Nur Anisa. M.Si, akademisi Unsyiah mewakili tuan rumah.
Aceh dipilih sebagai tempat penyelenggaraan karena survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Januari lalu, menyebut Aceh sebagai daerah dengan tingkat penyebaran hoaks terparah. Provinsi ini bersanding dengan Jawa Barat, dan Banten, dalam tingkat penyebaran informasi palsu. Diharapkan, seminar ini memberikan ‘wake up call’ kepada para pemangku kepentingan, akademisi, dan masyarakat Aceh untuk bersama memerangi hoax.
Kombes Polisi, Asep Syafrudin mengingatkan, agar masyarakat tidak bermain-main dengan hoaks dan fitnah di media sosial. Apapun motifnya. Bareskrim Polri saat ini sudah memiliki alat canggih untuk mendeteksi penyebar fitnah. Jajaran kepolisian bisa dan sudah menangkap penyebar kabar bohong dalam waktu singkat. “Polri sangat serius memerangi hoax,” kata Asep.
Keprihatinan atas maraknya kabar bohong juga disampaikan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo. “Hoax menenggelamkan fakta,” kata dia. Masyarakat harus bisa membedakan berita dan informasi. Informasi yang menyebar di media sosial belum tentu berita yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sehingga masyarakat jangan asal ikutan membagi informasi yang seringkali palsu. “Sekali lagi, masyarakat harus saring sebelum sharing,” kata Yosep. (ars)