YOGYA, fornews.co – Masjid menjadi ciri Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa sejak raja terbesar Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma memerintah.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hampir bisa dipastikan terdapat perkuburan berdekatan dengan bangunan masjid.
Perkuburan itu biasanya berada di sisi Barat bangunan masjid yang menjadi salah satu ciri gaya arsitektur Mataram Islam.
Sebagian peneliti menyebut kampung yang terdapat kuburan kerabat karaton biasanya berdiri bangunan masjid.
Bangunan-bangunan masjid itu memiliki beragam gaya arsitektur baik akulturasi Hindu-Islam maupun dipengaruhi gaya modern.
Kampung-kampung yang didapati perkuburan milik kerajaan bisa dipastikan merupakan kampung tua karena di sana dimakamkan para kerabat karaton.
Kotagede, misalnya. Wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta ini terdapat makam Panembahan Senapati pendiri kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa.
Selain itu, di Kotagede juga terdapat makam Panembahan Hanyakrawati putra Panembahan Senapati yang menjadi raja kedua Mataram Islam.
Bahkan Raja Yogya Sri Sultan Hamengku Buwana II turut dimakamkan di Kotagede yang berada di sisi Barat Masjid Mataram.
Berdasarkan keterangan berbagai narasumber kepada fornews.co kampung yang tergolong tua dapat diketahui dengan adanya perkuburan berusia tua.
Ghifari Yuristiadhi dalam tulisannya berjudul “Sebuah Historis Kampung di Yogyakarta” mengatakan kampung-kampung tua di Yogyakarta dapat dilihat dari usia nisan kuburan.
Disebut Ghifari, selain Kotagede kampung tua lainnya adalah Nitikan, Mlangi, dan Pakuncen.
Ketiga kampung tersebut berciri sama terdapat pemakaman yang berada di sisi Barat bangunan masjid.
Selain di Kotagede, keluarga besar Panembahan Senapati dimakamkan di Kampung Nitikan, Kelurahan Sorosutan, Kapanewon Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Putra Panembahan Senapati bernama Raden Rangga salah satu di antaranya yang dimakamkan di Nitikan.
Di perkuburan itu juga terdapat makam Kanjeng Ratu Paku Buwana I dan Syarif Sayyid Abdulrahman.
Ratu Paku Buwana I kelak menurunkan raja-raja Yogyakarta dan Surakarta.
Sama seperti di Kotagede. Nitikan juga terdapat masjid yang berada di Timur area perkuburan.
Masjid itu dinamakan Sulthonain sehingga banyak yang menyebut Masjid Sulthonain Nitikan.
Dinamakan Masjid Sulthonain Nitikan karena masjid ini dibangun setelah peristiwa perjanjian Giyanti pada 1755.
Masjid dibangun pada tahun 1885 tampak megah dan kokoh dengan ketebalan dinding hampir setengah meter.
Meski telah berulangkali mengalami renovasi terhitung sejak pemerintahan Sunan Paku Buwana IX (1861-1893), Masjid Sulthonain Nitikan telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Disebut Mlangi karena di tempat ini terdapat makam Kiai Mulangi Mataram tak lain adalah Bendara Pangeran Haryo Sandeyo atau Raden Ihsan Bin Pangeran Puger yang menjadi Susuhunan Paku Buwana I Kartasura.
Mlangi juga dikenal dengan Masjid Pathok Negara Mlangi. Masjid ini terletak di Dusun Mlangi, Kelurahan Nagatirta, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.
Masjid Pathok Negara dibangun sekira tahun 1723 oleh Pangeran Mangku Bumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana I.
Masjid itu dibangun sebagai bentuk pernghormatan kepada kakaknya yang telah mengajarkan agama di seputar Mlangi.
Sementara mertua Sri Sultan Hamengku Buwana I bernama Nyai Ageng Derpayuda dimakamkan di Dusun Kuncen, Kelurahan Pakuncen, Kecamatan Wirobrajan, Kota Yogyakarta.
Nyai Ageng Derpayuda merupakan ibu dari Ratu Ageng Tegalrejo nenek buyut Pangeran Diponegoro.
Pakuncen termasuk kampung tua karena terdapat makam kerabat Karaton yang berjarak lebih kurang 200 meter di Barat Masjid yang berada di pintu masuk area pemakaman. (adam)