SEKAYU, fornews.co – Desa Suka Makmur, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), merupakan kawasan tranamigrasi yang dibuka sekitar akhir tahun 80-an era Presiden Soeharto.
Desa yang berada di kawasan gambut tersebut, tidak ada pilihan bagi warga petaninya untuk tidak menggunakan pupuk maupun lainnya dalam bercocok tanam. Hal itu dikarenakan, rendahnya pengetahuan bagaimana mengelola lahan gambut dengan baik, serta cenderung keinginan warga (petani) yang praktis untuk mendapat hasil besar.
Pola pertanian (penggunaan zat kimia) ini sudah berlangsung lama, dan telah mewariskan beberapa tingkatan (generasi). Rendahnya pemahaman dan pengetahuan dalam mengelola lahan gambut, ditambah program subsidi pupuk dari pemerintah dan suplai bahan pertanian berbahan kimia lainnya, sehingga terpatri bahwa pola bertani bergantung pada bahan-bahan yang ada unsur kimianya tersebut.
“Untuk merubah kebiasaan itu, makanya perlahan kita berikan pemahaman dan pendampingan pertanian organik. Bukan hanya masyarakat desa, melainkan di sekolah dasar (SD) kita juga berikan pemahaman ini dengan membuat mini demplot,” ujar Kepala Desa Suka Makmur, Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Hartono, kepada fornews.co, Minggu (21/07) lalu.
Menurut Hartono, pertanian organik berupa budi daya tanaman hortikultura (sayur mayur) dan tanaman buah, yang dikelola oleh kaum kelompok petani perempuan (ibu-ibu). Mengingat, untuk kaum laki-laki banyak bekerja di perusahaan.

Hasilnya juga mulai dirasakan oleh warganya, yang dapat memenuhi kebutuhan sayur dari perkebunan yang ada di area kantor desa dan sekolah dasar tersebut.
“Budi daya berkebun (hortikultura) ini, hasil pendampingan dari BRG (Badan Restorasi Gambut) dan mitranya. Dampaknya luar biasa, karena hasil perkebunan ini cukup untuk memenuhi akan kebutuhan sayur warga kami,” tuturnya, seraya mengatakan, untuk pertama kali pihaknya juga akan memanen sayur dalam jumlah besar dari bertani organik.
Ia juga menjelaskan, kenapa pembangunan demplot hanya di sekolah dasar, karena memang wilayahnya hanya terdapat lembaga pendidikan tingkat dasar. Selain itu, antusias para anak petani dalam melakukan budi daya hortikultura sesuai dengan hasil yang memuaskan bagi dirinya.
“Hasil mini demplot yang dikelola siswa SD sangat memuaskan. Tentu kita berharap, ini bisa bermanfaat kelak bagi anak-anak kita di masa mendatang,” harapnya. Adapun tanamam buah-buahan yang dibudi dayakan berupa sawo, mangga, durian dan lainnya.
Kebakaran 2015

Hartono menceritakan, pada kebakaran hutan dan lahan 2015 lalu, daerahnya paling luas terdampak (kebakaran) yakni mencapai 100 hektar. Lahan tersebut merupakan milik warga yang dikelola bersama (kemitraan) dengan perusahaan. Ia menyebutkan, kawasan desanya terdapat dua perusahaan yaitu, perkebunan kelapa sawit dan HTI.
“Pascakebakaran 2015, lahan warga yang bermitra dengan perusahaan sekarang menjadi lahan tidur alias tidak digarap, baik oleh perusahaan maupun warga,” ungkapnya.
Mengantisipasi kebakaran di musim kemarau tahun ini, pihaknya membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Api (KMPA) terdiri dari unsur masyarakat, perangkat desa dan Limnas.
Dinamisator BRG wilayah Sumatera Selatan (Sumsel), DD Sineba menyampaikan, mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), pihak BRG bersama mitra Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) terus mensosialisasikan kepada petani di kawasan gambut, agar tidak membakar saat menggarap lahannya.
“Di sini, kita memberikan pelatihan bagaimana cara bertani di lahan gambut dengan tidak membakar. Jadi tidak hanya memintak untuk tidak melakukan pembakaran, melainkan kita memberikan kepada mereka solusi yang produktif,” katanya.
Bukan hanya itu, melalui Sekolah Lapang Petani Gambut yang digagas pada 2017 lalu, juga mengubah cara bertani dari pertanian menggunakan bahan kimia mulai dari pupuk, herbisida, pestisida atau lainnya. Menjadi petani organik.
“Yang selalu kita tekankan di sini yaitu, bertani organik. Selain murah, sehat juga ramah lingkungan,” katanya.
Sebagai media pelatihan, pihaknya membuat demplot untuk pendampingan mulai mempersiapkan lahan, bibit, penananam hingga pemanenan. “Dari demplot inilah kita berharap dapat berkontribusi kepada petani gambut, sehingga mereka memperlakukan lahan gambut dengan baik untuk menjaga ekosistemnya,” tandasnya. (ars)