MAKASSAR, fornews.co – Komunikasi risiko sebagai bagian dari penguatan ketahanan kesehatan nasional menjadi hal penting dalam konteks mendorong kegiatan vaksinasi di masyarakat.
Hal tersebut diutarakan Konsul Jenderal Australia di Makassar, Bronwyn Robbins, mewakili Pemerintah Australia, pada Diskusi Terbatas ‘Komunikasi Risiko untuk Mewujudkan Vaksinasi COVID-19 yang Inklusif’ di Hotel Four Point, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (15/08/2022).
Bronwyn Robbins melanjutkan, pemerataan program vaksinasi masih menghadapi tantangan di berbagai daerah, salah satunya terkait akses vaksin bagi kelompok rentan.
“Komunikasi risiko menjadi kunci untuk mendukung pengendalian pandemi COVID-19 yang optimal. Terutama dalam mendorong pengendalian yang inklusif. Kita semua belum aman jika semua orang belum terlindungi,” kata dia.
Bronwyn mengungkapkan, lewat Kemitraan Australia – Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP), Pemerintah Australia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, pemerintah provinsi dan kabupaten, organisasi masyarakat sipil dan media untuk meningkatkan kualitas komunikasi risiko terkait penanganan COVID-19.
Termasuk, kampanye vaksinasi inklusif melalui kemitraan dengan Pemerintah Sulsel dan berbagai pemangku kepentingan seperti Organisasi Penyandang Disabilitas, universitas, sektor swasta, dan masyarakat.
“Kami berharap dapat terus memperkuat kerja sama dan dukungan untuk sistem ketahanan kesehatan yang lebih kuat dan responsif di Indonesia,” ungkap dia.
Hasil kerja sama itu, jelas dia, terwujud dalam pelaksanaan ‘Gebyar Pekan Vaksinasi Inklusif’ di lima kabupaten, antara lain Kabupaten Maros, Pinrang, Enrekang, Bone dan Gowa. Serta diikuti 760 orang mendapat vaksinasi, termasuk 371 perempuan, 186 penyandang disabilitas, dan 32 lansia. Kemudian, ada 152 orang mengakses layanan pencatatan sipil yang disediakan bersamaan dengan vaksinasi.
Sementara, Plt Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Arman Bausat menuturkan, pemerintah provinsi mendorong efektivitas komunikasi risiko untuk mewujudkan vaksinasi COVID-19 yang inklusif. Mengingat, pelaksanaan vaksinasi merupakan ikhtiar dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 dengan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity).
“Situasi saat ini komunikasi risiko sangat tepat dalam memberi informasi, guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap risiko penyakit yang belum ada sebelumnya. Diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mempersiapkan berbagai upaya dalam menghadapi penyakit-penyakit yang akan datang,” tutur dia.
Sekretaris Kepala Bappelitbangda Sulsel, Junaedi B menerangkan, saat ini masih banyak anggota masyarakat yang terjebak dalam hoaks dan miskonsepsi bahwa vaksinasi dapat melemahkan daya intelektualitas, mengancam kesehatan, dan memperpendek usia hidup.
“Maka dari itu, melalui penerapan manajemen komunikasi risiko kepada masyarakat dapat memperbaiki disinformasi tersebut,” terang dia.
Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan, Nur Syarif Ramadhan mengapresiasi, program vaksinasi COVID-19 inklusif yang bisa memberikan akses bagi kelompok rentan. Harapannya, kolaborasi yang terjalin antara berbagai pihak dalam program tersebut bisa dicontoh oleh provinsi lain.
“Hendaknya kolaborasi bisa dilanjutkan untuk mewujudkan Indonesia dan setiap provinsi menjadi provinsi yang ramah untuk semua,” ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, vaksinasi dosis pertama per 15 Agustus 2022 untuk kelompok lanjut usia baru sebesar 84,42 persen dari target yang disasar. Dosis keduanya juga baru sebesar 68,64 persen, serta dosis ketiga masih sangat jauh dari sasaran yakni 28,83 persen.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan No. HK.02.02/III/15242/2021. Dalam SE tersebut dijelaskan kelompok masyarakat rentan yakni penyandang disabilitas, masyarakat adat, penghuni lembaga pemasyarakatan, Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB), dan masyarakat lainnya yang belum memiliki NIK, menjadi prioritas penerima program vaksin COVID-19. (aha)