MAKASSAR, fornews.co – Sidang gugatan perdata terhadap empat dari enam media di Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar, Kamis (28/7/2022), menghadirkan saksi ahli dari Dewan Pers, Imam Wahyudi.
Dalam kesaksiannya, Imam Wahyudi menerangkan seputar penanganan sengketa pers sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Lalu Kuasa hukum penggugat mempertanyakan, apakah produk jurnalistik atau berita yang dinilai melanggar dapat langsung digugat ke pengadilan menggunakan hukum perdata tanpa melalui Dewan Pers?
Imam menyatakan, hal yang khusus yang berkaitan mekanisme penyelesaian sengketa pers, atau keberatan atas penerbitan berita oleh media massa (karya jurnalistik) berada pada wilayah etika profesi.
“Billa berkaitan dengan delik Pers, maka itu penyelesaiannya di Dewan Pers terlebih dahulu. Untuk mengetahui apakah berita yang dimaksud itu melanggar kode etik profesi atau bukan, tentu kewenangan itu ada di Dewan Pers,” ujar dia Imam.
Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat & Penegakan Etika Pers Periode 2016-2019 itu mengungkapkan, alasan mengapa mengutamakan penyelesaian sengketa pers di Dewan Pers sebelum masuk ke proses peradilan, dikarenakan dasar undang-undang Pers yang digunakan adalah lintas rezim.
“Seperti yang dijelaskan Prof Bagir Manan dalam bukunya bahwa Undang-undang Pers itu adalah lintas rezim, jadi ada pidana, perdata hukum acara dan seterusnya. Oleh karena itu, mestinya mendahulukan mekanisme di Dewan Pers,” ungkap dia.
Lalu, jelas Imam, selanjutnya Dewan Pers akan melakukan verifikasi apakah ada kekeliruan, melanggar kode etik atau tidak. Nanti Dewan Pers akan melihat dengan menggelar sidang dan menganalisa.
“Setelah itu baru mengeluarkan rekomendasi, apakah terindikasi melanggar hukum atau tidak. Namun soal gugatan langsung ke PN, itu adalah hak warga negara. Tetapi, dampaknya akan panjang, serta tentu merampas hak-hak kemerdekaan Pers,” jelas dia.
Hanya saja, terang Imam, bahwa seleuruh jenis pemberitaan oleh media massa wajib terverifikasi guna memenuhi asas perimbangan, kecuali berita yang berasal dari sumber yang kredibel dalam bidangnya.
Misalnya, sambung dia, keterangan dari pihak kepolisian, kejaksaan dan sebagainya, karena sumbernya itu dianggap kredibel, maka berita itu bisa ditayangkan. Tapi bila ada yang keberatan atas berita tersebut, maka Pers wajib memberikan fasilitas hak jawab dan hak koreksi.
“Sementara berita konferensi pers yang berkaitan dengan kepentingan umum dapat dikecualikan, sepanjang sumber lain yang terkait dengan tersebut tidak dapat dihubungi atau sengaja menghindar dari upaya konfirmasi media,” terang dia.
Usai menjelaskan ke Kuasa Hukum Penggugat, giliran Majelis Hakim meminta keterangan ke Imam Wahyudi, perihal mekanisme hak jawab seperti yang tercantum dalam ayat (2) dan (3) Undang-undang 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa Pers wajib melayani hak jawab dan Pers wajib melayani hak koreksi
“Jadi hak jawab yang dimaksud itu diberikan setelah berita itu sudah tayang. Berita dinilai merugikan atau terdapat kekeliruan di dalamnya. Tapi Hak Jawab itu bersifat pasif, artinya pihak yang merasa dirugikan yang harus meminta hak jawab itu ke Pers,” kata Imam.
Mendengar keterangan tersebut, Majelis Hakim menyatakan cukup, dan mengakhiri sidang. Majelis Hakim kemudian mengagendakan sidang selanjutnya pada Kamis 4 Agustus 2022, pekan depan.
Diketahui, enam media di Makassar, yakni Antara News, MakassarToday, KabarMakassar, LPP RRI Stasion Makassar, TerkiniNews dan CelebesNews digugat perdata di PN Makassar dengan No: 1/Pdt G/2022/PN Mks tertanggal 5 Januari 2022.
Gugatan tersebut dilayangkan pihak penggugat lima tahun setelah berita dilansir enam media. Penguggat menilai pemberitaan enam media telah menimbulkan kerugian materi hingga mencapai Rp100 triliun.
Namun, selama proses persidangan, hanya empat media tergugat yang hadir. Dua media yakni TerkiniNews dan CelebesNews tidak menggunakan haknya di pengadilan. (aha)