PALEMBANG, fornews.co – Memasuki musim kemarau, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan status siaga Karhutla terhadap lima provinsi yang meliputi Provinsi Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kepala BNPB RI, Letjen TNI Doni Monardo mengatakan, berdasarkan data dari Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa mulai Juli masuk musim kemarau. Diprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus, September dan Oktober.
“Karenanya, pihaknya lebih awal menyiapkan diri untuk pencegajan dengan menyiagakan tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, komunitas, ulama dan lain sebagainya,” katanya saat ditemui usai apel siaga Karhutla di Griya Agung Palembang, Selasa (09/07).
Menurutnya, yang perlu dilakukan dalam pencegahan Karhutla, yakni mengetahui penyebabnya. Di mana, Karhutla itu paling besar potensi dilakukan oleh ulah manusia yakni sebesar 99%. Sedangkan, 1% akibat alam.
Sambungnya, Karhutla dari faktor ulah manusia ini sendiri pun terbagi menjadi dua, baik disengaja maupun tidak disengaja. Namun, memang yang paling besar yakni akibat disengaja seperti membuka lahan dengan cara membakar.
“Dari data yang saya dapatkan itu, kebanyakan dalam satu desa itu bisa 10 orang setiap tahunnya yang melakukan pembakaran lahan. Dan ini disuruh,” terangnya.
Karena itu, tim yang telah dibentuk nantinya akan masuk dan menyisir lokasi yang rawan terjadinya Karhutla dengan melakukan pendekatan kesejahteraan seperti memberikan edukasi, pengetahuan ekosistem, dan melakukan program yang kepentingan ekonomi serta ekologi. Jika upaya ini gagal maka akan dilakukan upaya hukum.
“Kalau pencegahannya dilakukan makimal maka tidak perlu lagi kesulitan untuk melakukan pemadaman,” ujarnya. Kebakaran tentunya akan sulit dipadamkan terutama di lahan gambung yang kedalamannya mencapai 36 meter.
Ia menambahkan, ditahun ini berdasarkan prediksi BMKG bahwa elnino agak sedikit panjang. Meskipun begitu, tidak begitu parah dibandingkan tahun 2015.
Berdasarkan data, ditahun 2015 total titik api yakni sebanyak 27.000. Sedangkan ditahun 2018 hanya 2.000 titik api. Artinya terjadi penurunan yang signifikan. Karena itu, diharapkan tahun ini kondisi kekeringan dan kebakaran hutan dapat diantisipasi.
“Kami juga telah memberikan bantuan berupa empat helikopter yang sudah stanby di Sumsel,” tutupnya. (alu)