PALEMBANG, fornews.co – Penangkapan Pemimpin Redaksi (Pemred) Floresa, Herry Kabut, oleh apara kepolisian mendapat kecaman keras dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia.
Seperti diketahui, bahwa Pemred Floresa, Herry Kabut, ditangkap aparat saat meliput aksi warga Poco Leok, yang tengah melakukan aksi protes atas pematokan lahan Proyek Geothermal di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (2/10/2024).
Dari berita yang dipublikasikan melalui floresa.co, Herry Kabut diangkut ke mobil aparat bersama beberapa warga Poco Leok lain yang juga ditangkap. berdasarkan keterangan warga, Herry ditarik dan diangkut paksa ke dalam mobil aparat sambil dianiaya. Kejadian tersebut didokumentasi oleh warga setempat.
Koordinator KKJ Indonesia, Erick Tanjung menyatakan, terhadap perkara tersebut, maka pihaknya mendesak kepolisian untuk memproses aparat yang melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis secara hukum pidana dan kode etik.
Kemudian, sambung dia, mendesak Kapolri beserta jajarannya untuk menghentikan segala bentuk tindakan penggunaan gas air mata, intimidasi, penghalang-halangan, penyerangan (represi), penangkapan dan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap para jurnalis yang sedang bertugas dalam melakukan peliputan aksi publik sebagaimana dilindungi oleh undang-undang.
“Kami juga mendesak Panglima TNI beserta jajarannya untuk menarik mundur seluruh anak buahnya yang ditugaskan dalam pengamanan aksi sipil karena tidak sejalan dengan tugas dan kewajiban sebagaimana amanat Undang-undang,” ujar dia, dalam keterangan resmi, Kamis (3/10/2024).
Erick mengatakan, pihaknya juga mendesak Kapolri dan Panglima TNI beserta seluruh jajarannya untuk segera melakukan investigasi dan mengusut tuntas praktik kekerasan berupa penganiayaan, intimidasi dan penyerangan fisik yang menyasar jurnalis yang tengah menjalankan tugas peliputan.
“Kami juga mengimbau para korban kekerasan untuk melaporkan seluruh bentuk kekerasan yang dialami selama proses peliputan,” tegas dia.
Proyek ini merupakan kerjasama PLN dan Pemkab Manggarai, yang juga bagian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang masuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030. PLN dan Pemkab Manggarai memaksa masuk ke wilayah Pocoleok untuk membuka akses jalan proyek Geothermal pada Rabu kemarin.
Masuknya PLN dan Pemkab Manggarai ini diiringi dengan pengamanan aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat, dan Polisi Pamong Praja. Upaya tersebut dihadang oleh warga dan direspons oleh aparat dengan pemukulan dan penangkapan.
Berdasarkan informasi langsung yang diperoleh dari warga sekitar, aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat dan Pol-PP tidak memperbolehkan warga Poco Leok mengambil gambar.
Aparat mendorong, mendobrak, sehingga ada beberapa warga yang terluka karena dipukul polisi berseragam lengkap. Dari keterangan warga, ada sekitar empat orang yang ditahan saat ini dan aparat mengatakan akan melepas mereka, ketika warga aksi bubar. Pemred Floresa juga ditangkap saat melakukan peliputan.
Atas kejadian itu, KKJ Indonesia menilai kasus ini merupakan pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Tindak kekerasan oleh aparat keamanan berupa penganiayaan dan penyiksaan yang mengakibatkan luka berat pada jurnalis saat tengah menjalankan profesinya merupakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara. (aha)