PALEMBANG, fornews.co – Media online yang tumbuh subur saat ini harus diikuti dengan upaya menjaga tingkat kepercayaan publik dalam menyajikan berbagai informasi yang berimbang dan sesuai fakta.
Hal itu disampaikan Rektor Universitas IBA Palembang, Tarech Rasyid dalam diskusi publik dengan tema, Dampak Hoax dan Distrust Terhadap Media Online, yang di selenggarakan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumsel di Griya Agung, Senin (12/4/2021). Menjadi moderator pada diskusi ini adalah Pemimpin Redaksi Lentera Pendidikan, Muhammad Uzair, dengan disaksikan oleh para tamu dan undangan lewat aplikasi zoom.
Tarech Rasyid mengatakan, pesatnya kebebasan informasi yang diperoleh masyarakat secara luas melalui media sosial, telah mengalahkan pers dalam kecepatan, meski informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan etika jurnalistik.
“Namun, jika media sosial tersebut konsisten dalam mengelola isu-isu yang berkembang secara lebih mendalam, mungkin pers akan semakin terancam keberadaannya. Dalam hal ini akan berdampak pula pada tingkat kepercayaan publik,” kata Tarech.
Menurut Tarech, keberadaan media online sebagai pers nasional saat ini perlu mendapat perhatian lebih jauh. Sebab, hegemoni kekuasaan dari pemerintahan yang semakin besar, ditambah lagi perusahaan pers sebagai industri, akan berdampak pada turunnya kepercayaan publik.
“Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers menjadi pengawalnya. Dan jika pers kalah dengan hegemoni kekuasaan atau dikendalikan oleh bisnis, maka nilai media tersebut tidak jauh berbeda dengan media sosial,” ucap Tarech.
Koordinator AMSI Wilayah Sumatra, Agus Perdana mengatakan, perusahaan pers berbeda dengan media sosial. Baik secara badan hukum ataupun dalam teknis kegiatan jurnalistik yang dilaksanakan. Dampak pemberitaan hoaks di media sosial juga berimbas pada tingkat kepercayaan masyarakat pada pers.
“Jumlah media online di Sumsel saja ratusan, dan tidak mudah mempertahankan idealisme pers di tengah kebutuhan pasar media,” kata Agus.
Agus juga menyoroti media sosial seperti Instagram, YouTube, Facebook, dan Twitter kini juga menjadi bagian dari media. Untuk menepis berbagai pemberitaan hoaks, dibutuhkan pemahaman dari masyarakat pembaca agar tidak mudah terjebak dalam pemberitaan tersebut.
“Meski kita pahami tingkat pemahaman atau literasi masyarakat masih sangat rendah. Upaya yang dibangun minimal perusahaan media menyajikan cek fakta, agar terjadi pelurusan berita-berita hoaks yang terus berkembang,” pungkasnya. (ije)