YOGYAKARTA, fornews.co – Memanah salah satu kegiatan yang memiliki sejarah panjang dalam keberagaman manusia. Digunakan dari mulai berburu, beperang, hingga olahraga. Tidak terkecuali Jemparingan sebuah seni memanah khas Jawa yang jejaknya bisa ditelusuri jauh sampai ke masa Kerajaan Mataram Islam pertama pada tahun 1588.
Berbeda dari panahan pada umumnya yang dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dengan duduk bersila.
Lomba Jemparingan ketiga kali ini sekaligus memperingati berdirinya Kadipaten Puro Pakualaman ke-213 (Tahun Jawa) yang diikuti oleh ratusan peserta dari sejumlah provinsi di Indonesia.
“Jemparingan Mataraman ini merupakan satu event yang bisa dibilang multifungsi event,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Singgih Raharjo, SH. M. Ed, kepada fornews.co, Ahad (3/3/2019).
Menurut Singgih, Lomba ini menjadi Sport Tourism sekaligus Culture Tourism ketika berbicara tentang olahraga atau pariwisata.
Lomba Jemparingan, imbuhnya, merupakan pelestarian budaya panahan versi Mataram, versi Puro Pakualaman.
Sebagai Dinas Pariwisata pihaknya sangat mendukung terhadap pelestarian Jemparing Mataraman melalui turnamen yang digagas oleh Puro Pakualaman.
“Sekarang ini levelnya Nasional, dan tahun depan akan dinaikkan menjadi level Internasional,” terang Singgih.
Panahan sejak dulu sudah dikenal oleh orang-orang Jawa yang semula menjadi kegiatan para kesatria. Namun kini dapat dilakukan oleh siapapun.
“Jemparingan menjadi salah satu pembentukan karakter satria,” tutur Penghageng Tepas Dwarapura Kraton Yogyakarta, KRT Jatiningrat.
Dari awal tahun 1700-1800-an panahan asli Jawa maupun yang diadaptasi dari negara lain hidup subur di tanah Mataram.
Hasil adaptasi dari panahan Turki dalam seni panahan Jawa memunculkan beragam gaya memanah, dua di antaranya Joloponco dan Supit Gunting.
Ajaran Sri Sultan HB I, lanjutnya, persis seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, yaitu naik kuda, memanah dan berenang.
“Malahan pada tahun 1757 sudah diajarkan mulai lewat sekolah. Sultan sudah membenuk sekolah yang namanya tamanan.”
Pelestarian Jemparingan yang didukung oleh Dinas Pariwisata Yogyakarta merupakan salah satu pendongkrak meningkatkan jumlah wisatawan di Yogyakarta.
Kementerian Pariwisata telah menargetkan 20 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Yogyakarta. (adam)