PALEMBANG, fornews.co – Aksi penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan Aliansi Mahasiswa UIN Raden Fatah Peduli Rakyat di Gedung DPRD Provinsi Sumsel, Senin (5/9/2022), sempat dihalangi kawat berduri.
Namun, setelah ada perwakilan anggota Komisi V DPRD Sumsel, maka ratusan mahasiswa tersebut dipersilakan masuk ke kawasan halaman Gedung DPRD Sumsel.
Menurut Koordinator Aksi Aliansi Mahasiswa UIN Raden Fatah Peduli Rakyat, Anwarul Fitro, kebijakan pemerintah dalam menaikan harga BBM pada Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB lalu itu, dinilai kontradiktif.
Anwarul Fitro menyatakan, kebijakan menaikkan harga BBM itu menindas rakyat. Beberapa hari yang lalu pemerintah menaikkan BBM, padahal pemerintah pernah mengeluarkan statement bahwa sampai akhir tahun tidak ada kenaikan BBM.
“Tapi tanggal 3 September jam 14.30, kita mendengar kabar duka. Kabar duka itu pemerintah malah menaikkan harga BBM. Kebijakan pemerintah kontradiktif dengan statemen yang disampaikan beberapa hari yang lalu,” kata dia.
“Tidak berlebihan jika saya katakan logika untuk memahami kebijakan pemerintah bahwa apa yang dikatakan pemerintah yang terjadi malah sebaiknya. Hari ini kita turun aksi ke jalan untuk menuntut pemerintah untuk mencabut kebijakan kenaikan BBM,” tegas dia.
Sementara, Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Mgs Syaiful Fadli, yang menerima massa aksi menuturkan, pada prinsipnya menerima aksi dari siapapun baik rakyat atau mahasiswa.
“Kami DPRD wajib menerima dan menyampaikan aspirasi mereka. Karena ini gedung rakyat tempat rakyat menitipkan amanahnya. Terkait aksi tuntutan mahasiswa ini, sudah kami terima dan akan kami teruskan ke DPR RI. Agar tuntutan mahasiswa ini didengarkan DPR RI. Tuntutan mereka menolak kenaikan harga BBM,” tutur dia.
Politisi asal PKS itu melanjutkan, adanya kenaikan harga BBM ini maka akan ada banyak gelombang aksi. Karena kenaikan BBM ini akan berdampak pada kenaikan harga bahan pokok, dan akan terjadi inflasi dengan kenaikan harga bahan pokok bisa mencapai 50 persen.
“Kami hanya menerima tuntutan massa aksi, dan keputusannya ada di Pemerintah Pusat dan DPR RI,” tandas dia. (aha)