PALEMBANG, fornews.co-Sangat jarang ada figur seorang Jenderal yang punya keinginan melakukan kegiatan pendakian gunung, terlebih hanya untuk mengibarkan Bendera Merah Putih.
Bukan tanpa alasan, karena ketika di bahu personel polisi dan TNI tersemat bintang atau berpangkat Jenderal, dipastikan usianya sudah tidak muda lagi atau rata-rata telah berkepala lima.
Apalagi untuk menapaki medan pendakian gunung dibutuhkan kondisi fisik yang prima. Selain itu, memang figur tersebut punya latar belakang pencinta alam dan biasa melakukan olahraga outdoors atau di dunia pendakian.
Namun tetap saja ada sosok Jenderal yang mampu mengibarkan Sang Merah Putih di puncak gunung. Figur tersebut adalah Brigjen Pol Rudi Setiawan, SIK, SH, MH, yang tak lain Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sumsel.
Momen pengibaran Bendera Merah Putih yang dibarengi dengan upacara bersama para pendaki dari sejumlah kelompok pencinta alam tersebut dilakukan Rudi Setiawan dan jajarannya bersama sejumlah pendaki dari kelompok pencinta alam tepat pada 17 Agustus 2020 di Puncak Merapi Dempo.
Tak mudah bagi Rudi dan jajaran mencapai puncak Merapi Dempo. Untuk melewati jalur keras hutan tropis basah Gunung Dempo yang nge-track, terjal dan penuh cadas, membutuhkan waktu delapan jam dari pintu rimba menuju lembah Dempo.
Lantas, apa yang membuat mantan Wakapolda Lampung itu ingin mengibarkan Merah Putih di Puncak Merapi Gunung Dempo? Terlebih, mungkin belum ada figur Jenderal yang sudah menancapkan kakinya di titik tertinggi di Sumsel tersebut.

Saat dibincangi fornews.co di ruang kerjanya, Rudi Setiawan menyampaikan, bahwa ada filosofi kalau di suatu ketinggian itu merupakan tempat yang lebih bagus untuk melihat kebesaran tuhan.
“Makanya kita pilih ketinggian, dan tempat tertinggi di Sumsel itu ada di puncak Dempo. Ada juga yang mengatakan, kalau mau berdoa, berdoalah di tempat yang tinggi supaya doanya cepat sampai,” ujarnya mengawali cerita.
Menurut jebolan Akabri angkatan 1993 itu, mendaki gunung itu bukan hal mudah. Walaupun di kepolisian sudah biasa melakukan latihan fisik, namun tetap saja harus ada persiapan.
“Kami terima kasih juga telah dibimbing oleh teman-teman pencinta alam. Kalau dari segi pemandangan luar biasa, udaranya cukup sejuk. Tapi saya sangat terkejut melihat ribuan orang, kemudian tempat nya sangat kotor, sampahnya gila gilaan,” keluhnya.

Masih primanya fisik dari Jenderal kelahiran Kalianda, Lampung November 1968 atau 52 tahun silam itu saat mendaki Dempo, cukup mengejutkan para pendaki. Ternyata wajar saja, karena pria yang pernah mengecap pendidikan di Federal Bureau of Investigation (FBI) medio 2002 itu, memang sejak belia telah mencintai alam.
Rudi muda, saat masih duduk di bangku sekolah tepatnya di SMA Negeri 70 Bulungan, tercatat sebagai anggota Siswa Pencinta Alam (Sispala) bernama Sisgahana.
“Kami dulu dilatih (diksar) oleh Mapala UI dan Wanadri dari Bandung dan pelantikannya di Gunung Halimun. Saya masih ingat lagu (mars) nya Sisgahana, ‘Sisgahana Sisgahana Sisgahana pencinta alam dari Bulungan dengan peralatan nanggung tapi masih naik gunung’, scraf nya warna merah juga ada masih saya simpan,” ungkap dia sambil menyanyikan sedikit mars Sisgahana.
Rudi menuturkan, masa mendaki saat SMA dahulu sangat mengasikkan. Dari diksar Mapala UI dan Wanadri tersebut, dia dibekali ilmu mountainering, P3K dan survival. Maka tak heran kalau ada beberapa gunung lain yang sudah didaki Jenderal yang punya segundang pengalaman di bidang reserse ini. Mulai dari Gede, Pangrango, Welirang dan sejumlah gunung lainnya.
“Makanya, kemarin saat di Dempo saat lihat anak anak yang naik pake sandal biasa, ini bukan buat kuat-kuatan. Itu gak save dan gak aman, di sana dingin, apa mereka tak takut hipo (hipotermia). Terus kalau ada batu, beling dan luka, kalau tetanus dan berkepanjangan nanti apa gak bahaya. Nah ini semua saya lihat perlu pengaturannya,” tegas dia.

Sebelum Gunung Dempo, Rudi juga pernah mengibarkan Merah Putih di puncak Gunung Rajabasa pada momen yang sama 17 Agustus, kala masih menjabat Wakapolda Lampung 2019 lalu.
Nah, kalau masih diberi kesehatan, rencananya Rudi tetap akan melakukan pendakian pada titik yang lebih tinggi lagi seperti Gunung Semeru.
“Kita mau ke Semeru, nah itu lebih tinggi lagi. Ya kita harus meningkat. Kemarin 3159 (mdpl) ya kita harus bermain di atasnya lagi. Mudah mudahan di berikan kesehatan dan mungkin main di 3500 ke atas,” papar dia.
Rudi juga tak lupa mengapresiasi anak-anak muda yang punya ketertarikan untuk jadi pencinta alam untuk melakukan pendakian. Hanya saja, dia tetap mengingatkan beberapa hal yang harus mereka perhatikan para pendaki muda,
“Pertama kesehatan. Ini harus jujur, kita tidak sehat tapi memaksakan diri untuk naik gunung. Kedua harus memiliki pengetahuan dan keterampilan. Misal pengetahuan tentang gunung yang akan didaki, jalurnya bagaimana, ada hewan apa saja, ketinggiannya berapa. Itu semua harus di luar kepala. Karna itu yg akan kita hadapi. Cuacanya bagaimana suhu nya bagaimana,” pesan dia.
Kemudian. Tambah Rudi, soal keterampilan. Bagaimana mengatasi hal-hal di atas ketinggian yang dingin. Berikutnya fisik. Sehat, terampil dan fisik juga harus bagus.
“Terakhir kita harus punya mindset untuk menjaga alam,” tandas dia. (aha)