JOGJA, fornews.co – Belasan penyair dari berbagai komunitas tampil di Acara Sastra bertajuk “Ada Sastra di Panenila” Selasa, 29 Oktober 2024.
Ada sastra di Panenila yang digelar oleh SBC bekerja sama dengan Panenila Happy Food and Coffee dipandu oleh pembawa acara Bambang Peni.
Acara tersebut terbilang sangat singkat karena hanya berlangsung 3 jam mulai dari pukul 20.00 hingga 23.00 WIB.
“Sebelumnya banyak yang ingin tampil di acara Panenila, tapi karena terbatasnya waktu pihak panitia hanya menampilkan beberapa penyair,” ungkap Ketua panitia Griwo, Selasa malam di Panenila.
Sementara Ketua Sanggarbambu, Deden FG, yang tidak luput dari todongan membaca puisi sangat bangga digelarnya “Ada Sastra di Panenila”.
Menurut Deden membaca puisi dapat membuat orang bisa kecanduan. Tentu saja kecanduan positif berhubungan dengan literasi.
“Membaca puisi itu membuat kecanduan,”selorohnya.
Griwo berharap akan lebih banyak berbagai komunintas sastra bermunculan di Jogja.

Acara yang didukung oleh sejumlah komunitas sastra di Jogja itu menghadirkan Fatma Dewi, Azkia Izzamuddina, Peni, Pascalia WD, Greyanasastri, Bunga Awanglong, Griwo Degriva Adam, Fara, Deden FG, Bambang, dan Hero Jangga.
Bahkan, salah seorang pengunjung bernama Fara salah satu mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta turut membacakan puisi.
Bambang mendapatkan tepuk tangan meriah karena penampilannya yang menarik perhatian penonton.
Ia membacakan karya puisinya sendiri tentang kekejaman Israel dan abainya Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) terhadap Palestina.
Suasana malam yang semakin larut diterangi lampu-lampu berwarna redup membuat puisi di Panenila terbawa perasaan.
Pascalia WD sangat apik membacakan cerpen yang ditulisnya sendiri “Renta yang Rindu Memeluk Senja” menceritakan kerinduan seorang istri terhadap suaminya.
Lia, panggilan akrabnya, adalah seorang voice over yang membacakan karya cerpennya seperti dalam cerita sandiwara radio.
Penonton dibuat hanyut dalam kisah cerpennya yang menyesakkan dada.
Sementara Peni dari majelis Puisi Perempuan membawakan puisi “Perdebatan Rindu dan Sepi” yang menceritakan kerinduan seorang wanita kepada kekasihnya.
Apa yang dibawakan Pascalia dan Peni hampir sama, mereka menceritakan kisah percintaan sepasang kekasih.
Berbeda sajak karya Griwo berjudul “Meranggas” yang lebih mengkritisi ketidakadilan.
Melalui sajak, Griwo mengungkapkan banyak anak muda yang tidak lagi mengurusi lahan warisan leluhurnya.
Bahkan, masyarat tidak menjaga kearifan lokal budayanya yang melebihi harta karun emas di freeport yang kini dieksploitasi negara Barat.
“Apakah tak kau lihat masih banyak yang kelaparan mengais sisa makanan di tempat sampah?!”
“Kearifan lokal yang tidak dipertahankan diambli alih negeri penjajah reinkarnasi Stanford Raffles atau Colombus.”
Ada Sastra di Panenila ditutup dengan penampilan Hero Jangga yang membuat seluruh pengunjung Panenila baper.
Musisi jebolan sekolah musik itu memiliki keahlian bermusik berkesan.
Sambil memainkan keyboard dengan suara karakter jenis piano, Hero Jangga, menyajikan suara emasnya yang disambut tepuk tangan seluruh pengunjung.
Usai penampilan Hero, seluruh penyair foto bersama sebagai pengingat bahwa mereka adalah penggerak sastra di Jogja terkini. (adam)