JAKARTA, fornews.co – Menegakkan keadilan sebagai instrumen penegakan hukum Pemilu di Indonesia bukanlah perkara mudah.
Hal itu disampaikan Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin saat menjadi pembicara dalam Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Tingkat Nasional (Diklatpimnas) yang diadakan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Selasa (29/12). Menurut Afif, proses pembuktian pelanggaran Pemilu/ Pilkada memerlukan kecermatan, kesabaran, dan sesuai peraturan perundang-undamgan.
“Dalam menegakkan hukum Pemilu, sulit sekali membuat pembuktian untuk mencari keadilan,” ujarnya dilansir dari laman Bawaslu RI.
Dia menjelaskan, dalam setiap proses penegakan hukum Pemilu harus memenuhi unsur materiel dan formil. Namun, baginya proses pembuktian kedua unsur tersebut sukar terpenuhi, terlebih dengan adanya batasan waktu.
“Keterpenuhan unsur pun sulit dituntaskan karena kalau ranah pidana, Bawaslu tidak bisa menangani sendiri. Beda hal kalau pelanggaran administrasi, pasti ranah Bawaslu sepenuhnya,” tegasnya.
Selain itu, sebagai mantan aktivis mahasiswa, dirinya pun mengkritisi gerakan mahasiswa saat ini sehingga terkesan “kalah” dari elemen buruh dalam mengkritisi kebijakan publik.
“Situasi sekarang berubah. Yang mendominasi gerakan perubahan justru gerakan buruh bukan mahasiswa,” kata Afif.
Dia merasa sebagai mahasiswa seharusnya bisa memberikan motivasi, selain belajar giat, juga mesti memiliki pola berpikir yang kritis sekaligus turut rela menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kelangsungan hidup organisasi sebagai aktivis kampus.
“Mahasiswa harus memiliki kontrol sosial terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mahasiswa jangan hanya sakedar demo. Kalau demo, orang tak kuliah pun bisa. Harus punya nilai berbeda,” tuturnya. (ije)