BATURAJA, fornews.co – Pemilihan Kepala Daerah OKU 2020 mendatang terancam batal dilaksanakan. Pasalnya hingga batas akhir penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) hari ini, belum juga ada kejelasan.
Padahal sesuai dengan PKPU nomor 15 dan Permendagri nomor 54 tentang Pendanaan Pilgub, Pilbup, Pilwako yang bersumber dari APBD mau tidak mau NPHD sudah harus ditandatangani paling lambat hari ini. Jika memang tidak ada kejelasan soal NPHD ini, besar kemungkinan Pilkada OKU bakal mundur pelaksanaannya tahun 2022 mendatang berbarengan dengan Pilkada Gubernur Sumsel.
Ketua KPU OKU Naning Wijaya mengatakan, alasan Pemerintah Daerah belum mau menandatangani NHPD lantaran keterlambatan pembahasan RAPBD beberapa waktu lalu. “Kita juga belum jelas apa yang menjadi pemikiran Pemda OKU. Yang jelas saat ini alasan Pemda OKU sedang ke Mendagri untuk menyampaikan jika Pemda OKU tidak mau mendandatangani NHPD,” ujar Naning, Senin (30/09).
Ditambahkan Naning, KPU OKU tidak kurang dari 4 kali melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait anggaran Pilkada ini. Bulan Juni lalu, pihaknya sudah menghadap Sekda, kemudian DPRD OKU, terakhir koordinasi dengan Bupati dan KPU Provinsi beserta TPAD OKU.
“Namun belum dibahas sama sekali antara Pemerintah Daerah dengan KPU OKU. Padahal KPU OKU sudah 4 kali mengajukan usulan untuk menindaklanjuti masalah Pilkada tersebut,” kata Naning.
Naning menjelaskan, jika hingga hari ini tidak ditandatangani, tinggal Mendagri yang memutuskan apakah Pilkada OKU tetap dilaksanakan atau mundur.
“Intinya KPU OKU akan menunggu petunjuk dari KPU RI dan Mendagri apakah boleh penandatanganan NPHD diatas tanggal 1 Oktober sesuai dengan PKPU. Kalau tidak ya Pilkada bakal mundur 2022 mendatang,” pungkas Naning.
Terpisah Bupati OKU H Kuryana Azis saat dikonfirmasi mengatakan, tidak ada maksud Pemerintah Daerah menghambat proses tahapan Pilkada. Hanya saja kata Kuryana, persoalan ini dikarenakan keterlambatan pembahasan APBD-P membuat Pemda OKU belum bisa mendandatangani NPHD.
“Alat kelengkapan dewan baru terbentuk, kita juga baru selesai paripurna APBD-P. Senin tadi masih di teliti berkas kita di APBD-P oleh Gubernur, makanya kita tidak berani menandatangani NPHD,” terang Kuryana.
Untuk menindaklanjuti persoalan ini, lanjut Kuryana, dirinya sudah menugaskan Kepala BKAD Hanafi ke Kementerian Dalam Negeri untuk berkoordinasi apakah boleh menandatangani NPHD lewat dari tanggal 1 Oktober sesuai PKPU dan Permendagri.
“Kita masih menunggu Kepala BKAD, apa keputusan terakhir pihak kementerian,” tukas Kuryana. (gus)