PALEMBANG, fornews.co – Ternyata keluhan warga Desa Pulai Gading, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Muba, terhadap polusi udara berupa debu jalan dan debu batubara, sudah berlangsung bertahun-tahun.
Kepala Desa (Kades) Pulai Gading, Sulaiman, didampingi Sekretaris Desa (Sekdes) Joni S, dan Kadus 1 Zulfikar menyampaikan, aktivitas angkutan batubara dari Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) sudah berlangsung sejak tahun 2011-an.
Karena Desa Pulai Gading ini berada di daerah paling ujung atau berdampingan dengan Sungai Lalan, maka desa itu dibangun dermaga (jetty) dan stockpile batubara dari sejumlah vendor perusahaan pemegang izin penambangan.
Dermaga Batubara itu, sambung dia, dikelola oleh PT Sriwijaya Bara Logistik (SBL), sedangkan stockpile di wilayah Dermaga PT SBL itu ada sekitar 13 vendor atau perusahaan batubara. Selaku vendor, perusahaan itu sewa tempat untuk stockpile dan memanfaatkan dermaga PT SBL untuk aktivitas angkutan batubara,” ujar dia, Selasa, 3/10/2023).
Namun, ungkap dia, ada sisi negatif dari keberadaan dermaga dan stickpile batubara di Desa Pulai Gading itu. Karena sejak beroperasi tahun 2011 itu dan hanya berjarak tak lebih dari 200 meter dari pemukiman warga, berdampak pada warga yang mengeluhkan debu dan penyakit ISPA akibat aktivitas dermaga dan stockfile batubara tersebut.
Sekdes Pulai Gading, Joni melanjutkan, bahwa posisi dermaga dan stockpile itu berada di wilayah ilir desa, sedangkan angin yang bertiup dari kawasan Sungai Lalan itu dari arah ilir ke ulu.
“Artinya debu batubara yang berterbangan dari dermaga dan stockpile langsung ke pemukiman warga. Jadi terpaksa selama bertahun-tahun warga dipaksa menghirup debu batubara. Bahkan, air Sungai Lalan pun diduga sudah tercemar limbah batubara,” ungkap dia.
Warga yang terdampak langsung debu batubara itu, jelas dia, berada di Dusun I Desa Pulai Gading yang dihuni sekitar 202 Kepala Keluarga atau KK. Kalau pada Dusun 3 ada sekitar 50 KK dan dari jumlah itu, ada juga ribuan warga lain terdampak tidak langsung.
“Beberapa hari yang lalu, ada dua pasien kena ISPA diduga akibat debu batubara. Pekerja sekuriti perusahaan dan operator alat berat perusahaan batubara, yang keduanya warga Desa Pulai Gading ini,” jelas dia.
Nah sejak tahun 2017 atau 2018 lalu, PT Bumi Persada Permai (BPP) membuka hauling (jalan khusus angkutan batubara), yang dikelola PT Musi Mitra jaya (MMJ). Sejak ada hauling itu hingga sekarang, aktivitas angkutan batubara tak pernah berhenti atau terus berjalan selama 24 jam.
“Tiap hari itu ada sekitar 700 kendaraan besar pengangkut batubara yang melintas di Desa Pulai Gading ini. Bisa dibayangkan, debu jalan dan debu batubaranya makin banyak. Apalagi saat musim kemarau seperti ini,” terang dia.
Joni melanjutkan, dari bertahun-tahun vendor yang membawa batubara dari Muratara ke dermaga di Pulai Gading ini, perhatian perusahaan terhadap masyarakat sekitar sangat kurang. Padahal, baik dari rumah dan kebun warga, dipenuhi debu dari aktivitas mereka.
“Apalagi, ada beberapa ratus meter menuju dermaga itu ada jalan desa, yg tak termasuk jalan perusahaan. Tapi kontribusi mereka (perusahaan pengangkut batubara) sangat kurang. Ada memang melakukan penyiraman jalan, tapi tetap saja debunya tak bisa hilang,” keluh dia.
Sementara, salah satu pengawas jalan PT MMJ yang enggan disebut namanya menuturkan, pihaknya selalu melakukan penyiraman jalan untuk mengurangi debu jalan.
‘’Tak ada batasan berapa kali sehari penyiraman. Karena tergantung dari kondisi jalan di PT MMJ ini. Namun penyiraman jalan dilakukan siang dan malam hari,” tandas dia. (kaf)