CHRISTCHURCH, fornews.co-Teroris Putih Sayap Kanan Australia yang menyiarkan aksi penembakannya yang memuakkan di Facebook, yang melakukan penyerangan pada dua masjid yang menewaskan 49 orang dan melukai 48 lainnya menjadikan ‘hari tergelap’ bagi Selandia Baru.
Pria teridentifikasi sebagai Brenton Tarrant dari Grafton, New South Wales, Australia, menyerbu Masjid Al Noor di Christchurch di Pulau Selatan negara itu sekitar pukul 13:30 waktu setempat, melepaskan tembakan dengan senapan semi-otomatis dan senapan pada sekitar 100 jamaah yang tak berdaya yang menghadiri Solat Jumat.
Sebuah video berdurasi 17 menit yang memuakkan tentang kengerian yang sedang berlangsung itu, memperlihatkan supremasi kulit putih yang mengenakan seragam tentara dengan menembak tanpa ampun pada orang-orang yang berusaha melarikan diri. Bahkan dengan tenang si teroris itu mengisi ulang amunisi ketika dia kehabisan peluru.
Dalam sebuah manifesto yang tampaknya ditulis oleh Brenton Tarrant dan dibagikan ke Twitter, dia menyebutkan penyerangan ke Masjid Al Noor Christchurch dan Linwood tersebut, terinspirasi dari penembak lain termasuk Anders Breivik yang membunuh 77 orang di Oslo, Norwegia pada 2011.
Dari Twitter Brenton Tarrant seperti dilansir dailymail.co.uk, bahwa dia tidak menyukai Muslim dan membenci mereka yang telah pindah agama, dengan menyebut mereka sebagai ‘pengkhianat darah’.
Tarrant mengatakan, awalnya ingin menargetkan masjid di Dunedin, selatan Christchurch, setelah menonton video di Facebook. “Tetapi setelah mengunjungi masjid-masjid di Christchurch dan Linwood dan melihat penodaan gereja yang telah dikonversi menjadi masjid di Ashburton, rencana saya berubah,” tulisnya. “Masjid-masjid Christchurch dan Linwood memiliki lebih banyak penjajah,”.
Bahkan, pelaku pembunuhan secara brutal itu mengakui kalau telah merencanakan serangan hingga dua tahun dan memutuskan Christchurch tiga bulan lalu. Brenton Tarrant mengatakan, termotivasi untuk melakukan serangan itu setelah mengetahui kematian anak sekolah di Swedia, Ebba Akerlund, seorang gadis yang terbunuh dalam serangan teroris di Stockholm pada April 2017.
Teroris itu mengatakan, bahwa dia adalah pendukung Donald Trump sebagai ‘simbol identitas kulit putih yang diperbarui dan tujuan bersama’. Kemudian menggambarkan dirinya sebagai ‘hanya orang kulit putih biasa’.
Dia mengatakan dilahirkan di ‘kelas pekerja, keluarga berpenghasilan rendah, yang memutuskan untuk mengambil sikap untuk memastikan masa depan bagi rakyat saya’. “Orang tua saya adalah orang Skotlandia, Irlandia dan Inggris. Saya memiliki masa kecil yang teratur, tanpa masalah besar,” tulisnya.
Motivasi lain yang dilakukan Brenton Tarrant dalam pembantaian tersebut, untuk ‘secara langsung mengurangi tingkat imigrasi ke tanah Eropa’. Dia mengatakan Selandia Baru bukan ‘pilihan awal’ untuk serangan itu, tetapi mengatakan lokasi itu akan menunjukkan ‘bahwa tidak ada tempat di dunia yang aman’. “Kita harus memastikan keberadaan rakyat kita, dan masa depan untuk anak-anak kulit putih,” tulisnya.
Dia menulis juga bahwa penembakan itu adalah ‘tindakan balas dendam pada penjajah atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penjajah asing di tanah Eropa sepanjang sejarah’.
“Untuk perbudakan jutaan orang Eropa yang diambil dari tanah mereka oleh budak-budak Islam… karena ribuan nyawa Eropa hilang akibat serangan teror di seluruh tanah Eropa,” tulis pria bersenjata itu.
Dia berbagi foto ke akun Twitternya yang sekarang sudah dihapus sebelum serangan, menunjukkan senjata dan peralatan gaya militer. Dalam posting online sebelum serangan itu, Tarrant menulis tentang ‘melakukan sendiri pertarungan dengan para penyerbu’.
Brenton Tarrant membagikan manifesto setebal 73 halaman ke Twitter sebelum pembunuhan itu, menandakan “serangan teroris”. Dia memasuki Masjid Al Noor pada hari Jumat saat sholat dan melepaskan tembakan, dengan merekam serangan tersebut dari kamera yang diikatkan ke helmnya.
Video menyedihkan yang disharenya ke profil Facebook-nya menunjukkan pria berusia 28 tahun itu menembakkan lebih dari 100 tembakan, pada orang-orang di dalam masjid.
Senjata si teroris itu ditulis dengan nama-nama pembunuh massal masa lalu dan kota-kota tempat penembakan terjadi. Amukan Brenton Tarrant dimulai ketika dia masuk ke mobilnya mengenakan pelindung tubuh bergaya militer dan sebuah helm yang mengatakan ‘mari kita mulai pesta ini’. Dia kemudian pergi ke masjid mendengarkan musik rakyat dan lagu-lagu militer sebelum parkir di sebuah gang di sudut.
Brenton Tarrant sendiri tumbuh di Grafton, sebuah kota kecil di utara New South Wales. Ayah Tarrant, yang merupakan atlet yang kompetitif dan menyelesaikan 75 triathlon, meninggal karena kanker pada tahun 2010 dalam usia 49 tahun. Ibunya masih tinggal di daerah itu. Brenton Tarrant bersekolah di sekolah menengah setempat dan kemudian bekerja sebagai pelatih pribadi di Big River Squash and Fitness Center setempat sejak 2010. (tul)