PALEMBANG, fornews.co – Sejak Gubernur Sumsel, Herman Deru menetapkan status siaga darurat bencana nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada 24 Maret 2020 lalu, hari demi hari penambahan kasus positif terkonfirmasi COVID-19 di wilayah Sumsel terus bermunculan.
Hingga 20 April 2020 ini atau hampir satu bulan ditetapkan status siaga darurat COVID-19, tercatat ada 89 kasus positif COVID-19. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 52 kasusnya berasal dari Kota Palembang. Terlebih, status kasus dari Palembang itu rata-rata dari transmisi lokal, walaupun ada juga yang berasal dari kasus impor.
Sebagai pintu masuk Provinsi Sumsel, sudah tentu masyarakat Palembang merasa was-was dan khawatir. Apalagi, hari ini juga Wali Kota Palembang, Harnojoyo menyatakan, telah mengajukan usulan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan (Menkes).
Menurut Harnojoyo, untuk pemberlakuan PSBB itu memang wewenangan dari Menkes. Namun, PSBB ini sendiri tujuannya agar masyarakat lebih tertib mengikuti anjuran protokol percepatan COVID-19 dengan tepat.
“Karena masyarakat harus betul memahami protokol ini, seperti keluar rumah menggunakan masker, menjaga jarak dan lain sebagainya. Jika telah menjalankan protokol tersebut, maka mudah-mudahan dapat terhindar dari COVID-19,” ujar dia, Senin (20/4).
Apakah dengan kondisi seperti ini sudah mengharuskan Palembang melakukan PSBB?
Merujuk perkembangan kasus positif COVID-19 di Palembang secara khusus, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sumsel, Yusri, punya pandangan yang berbeda. Yusri mengungkapkan, sebenarnya PSBB ini secara real sudah berjalan, buktinya adalah bentuk peliburan sekolah. Kemudian peliburan kerja, walaupun ada pengaturan-pengaturan jam kerja dari rumah.
“Tapi PSBB secara legal itu harus mendapat persetujuan dari menteri teknis dalam hal ini Menteri Kesehatan, yang mengajukan dari kabupaten/kota bukan dari gubernur. Untuk dari gubernur adalah PSBB yang dalam arti luas untuk tingkat provinsi,” ungkap dia.
Sudah tentu, terang Yusri, PSBB ini ada syarat, pertama ada transmisi lokal dan untuk Kota Palembang memang sudah ada. Tapi transmisi lokal seperti apa? Apakah transmisi lokal yang diperkirakan tidak terkendali?
“Maksudnya begitu kita melakukan contact tracing, orang-orang yang kontak dengan kasus ini sudah tidak jelas lagi sumbernya. Nah itu merupakan sebuah sinyal bahwa menandakan kontak kasus ini tidak terkendali lagi,” terang dia.
Kemudian, urai Yusri, bisa dilihat juga bagaimana ciri-ciri kasus yang tidak terkendali lagi. Dalam arti, ada kontak yang lokal itu dilihat dari perkembangan kasus, mulai dari berdasarkan, orang, tempat dan waktu.
Orang itu bagaimana? Jumlahnya tentu bisa dilihat dari hari ke hari yang bertambah tinggi, bisa dua kali lipat atau lebih dari tiga hari terakhir ini. Berikutnya, dari segi waktu, kasusnya bertambah begitu cepat.
“Misal, baru tiga hari dia bertambah cepat. Dari segi tempat, dia bisa saja meliputi penyebaran di tempat lain. Nah untuk tempat, perlu kami jawab bahwa kasus yang terjadi di Kota Palembang masih terbatas pada keluarga dan tenaga kesehatan,” urai dia.
“Perlu kami sampaikan juga dengan teman-teman di media, jangan sampai ada pengertian lain di masyarakat, tenaga kesehatan itu sudah dilakukan sesuai dengan protap yang ada,” sambung dia.
Yusri menambahkan, bahwa semua tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif CODIV-19 itu sudah dilakukan dengan penanganan sesuai dengan kondisi kasusnya. “Artinya sudah di isolasi di rumah sakit atau perawatan di tempat khusus, seperti di Wisma Atlet JSC,” tandas dia.(aha)