PALEMBANG, fornews.co – Sejak awal September tahun ini (2019), bencana ekologis kabut asap kembali menimpa masyarakat khususnya di Kota Palembang.
Terpantau dari website BMKG bahwa kualitas udara (PM 10) di Kota Palembang, Minggu (15/09) sekitar pukul 01.00 WIB mencapai 410.31 atau berstatus berbahaya. Hal ini, berpotensi mengakibatkan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) hingga kematian.
“Bencana ekologis merupakan akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh ketidak adilan dan gagalnya sistem pengurusan sumber daya alam (SDA). Seperti, kasus kebakaran hutan dan lahan gambut disebabkan rusaknya kawasan ekosistem gambut akibat pemberian izin konsesi yang besar,” ujar Febrian, dari Walhi Sumsel, yang menggelar aksi pembagian masker di kawasan CFD Kambang Iwak Palembang, pagi tadi.
Berdasarkan data yang diolah oleh WALHI Sumsel, olah data citra satelit dari tanggal l Agustus 14 September 2019, terdapat 438 titik api di dalam konsesi perkebunan dan kebun kayu atau hutan tanaman idustri (HTI).
“Kita tidak ingin peristiwa meninggalnya seorang balita umur 1,3 tahun akibat kabut asap pada 2015 terung kembali,” katanya.
Habibi, Bidang Adcokasi Walhi Sumsel menambahkan, kejahatan lingkugan seperti membakar hutan lahan yang dilakukan oleh korporasi merupakan kejahatan berat atau Extra Ordinary Crime yang harus ditindak tegas oleh Negara.
“Namun sampai hari ini, upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Negara dalam hal pertanggungjawaban korporasi atas praktik buruk bisnisnya, tidak terjadi,” ujarnya.
Lanjutnya, Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limba B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadaplingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Atas permasalahan tersebut, massa aksi mendesak pemerintah, untuk mencabut izin dan memidanakan perusahaan pencemar atau perusak lingkungan hidup yang terbakar karena lalai menjaga konsesinya. Perusahaan yang terbukti pencemar atau perusak lingkungan hidup untuk memulihkan kembali.
“Kami juga meminta pemerintah atau aparat untuk menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakat lokal. Serta meminta pemerintah menyediakan posko korban asap, agar tidak terjadi korban jiwa,” tukasnya. (ars)