JOGJA, fornews.co – Puluhan juta tanun lalu tanah yang kini disebut sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan situs warisan geologi dan bentang alam bernilai.
Situs warisan ini dikelola untuk konservasi, edukasi, dan pembangunan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.
Geopark Jogja yang saat ini masih berstatus Aspiring Geopark sedang diusahakan untuk beralih status menjadi Geopark Nasional.
Guna mendorong rencana tersebut Badan Pengelola Geopark Jogja menggelar Seminar bertajuk Merawat Sumbu Imajiner “Harmoni Merapi – Gumuk Pasir Parangtritis”.
Seminar yang digelar pada Senin, 25 November 2024, itu menekankan pentingnya menjaga sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi hingga Gumuk Pasir Parangtritis.
Dalam seminar itu dihadirkan dua pembicara yang menyinggung soal sumbu imajiner.
Penghageng KHP Datu Dana Suyasa, yang membahas “Sumbu Imajiner dan Hamemayu Hayuning Bawono” dan Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M.A., akademisi dari Departemen Sosiologi, FISIP UGM, membahas mengenai “Kebijakan Strategis dalam Sumbu Imajiner”.
“Sumbu imajiner yang menghubungkan Merapi hingga Gumuk Pasir Parangtritis merupakan simbol keseimbangan kosmologis dan filosofi “Hamemayu Hayuning Bawono”,” ungkap Penghageng.
Hal itu, sambung dia, juga menjadi upaya dalam menjaga harmoni yang keberlanjutan alam, manusia, dan budaya.
Penghageng mengingatkan untuk tidak membiarkan sumbu imajiner hanya mejadi cerita tanpa bukti.
Menurut dia, Sesanti Memayu Hayuning Bawono adalah darah dan roh pembangunan berkelanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meski begitu, masyarakat DIY belum dapat sepenuhnya menjaga sumbu imajiner yang sejalan dengan visi Geopark Jogja.
Padahal, kata Penghageng, menjaga keberlangsungan sumbu imajiner bukan hanya tanggung jawab Badan Pengelola Geopark Jogja, tetapi—menjadi tugas bersama seluruh masyarakat.
Dari pantauan di beberapa kawasan yang terhubung dengan sumbu imajiner masih terjadi kerusakan lingkungan.
Gumuk Pasir Parangtritis juga tidak terawat dengan baik. Gumuk pasir di sepanjang pesisir Selatan dari Parangkkusumo hingga muara Sungai Opak terlihat kotor dan rusak oleh kendaraan.
Lantas apa istimewanya sumbu imajiner?
Dalam seminar itu dijelaskan sumbu imajiner tidak hanya membahas persoalan Gunung Merapi, Tugu Jogja, Malioboro, Karaton, Kandang Menjangan dan Pantai Selatan. Namun, ada hal lain yang menjadi pertimbangan.
Ada keistimewaan koridor bentang alam yang terkoneksi mulai dari Merapi hingga Pantai Salatan.
Di sisi Barat sumbu imajiner terdapat Perbukitan Menoreh hingga mendekati pesisir. Sementara, di sisi Timur terdapat Batur Agung. Keduanya menjadi topik utama.
Harapannya, hasil seminar yang digelar akan menyadarkan masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam, manusia dan budaya.
Tetapi, juga sebagai ruang diskusi publik yang diharapkan dapat menjadi bahan kajian serta kebijakan strategis.
Seminar tersebut menjadi salah satu upaya untuk melindungi nilai-nilai warisan sekaligus mempertahankan keistimewaan Jogja.
Dr. Andreas mengatakan Geopark Jogja berkomitmen untuk terus mempromosikan dan melindungi nilai-nilai warisan tersebut sebagai bagian integral dari kehidupan masyarakat Jogja yang harmonis dan berkelanjutan.
“Mari bersama-sama menjaga dan merawat keistimewaan Jogja untuk generasi kini dan masa depan,” ajak Dr Andreas. (adam)