PAGARALAM, fornews.co – Tim Kuasa Hukum pemilik Hotel Orchid Dempo Resort Imam Hadi Prasetyo menyebut, penetapan tersangka oleh Polres Pagaralam dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dari usaha klien mereka.
Atas dasar itulah, maka Imam Hadi Prasetyo melalui kuasa hukumya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pagaralam. Berkas permohonan ke PN Pagaralam tersebut, diserahkan Aan Isbrianto, Kuasa hukum pemohon Imam Hadi Prasetyo dan diterima Panitera PN Pagaralam, Sukadi SH MH. Pengajuan praperadilan tersebut terdaftar sesuai Akta Permohonan Nomor: 1/Akta.Pra.Pid/2025/PN Pga, pada 7 Januari 2025.
Kuasa Hukum Imam Hadi Prasetyo, Adv Assoc Prof Dr Derry Angling Kesuma, SH, MHum, CMSP menilai, bahwa pihaknya keberatan atas penetapan status hukum yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi dari usaha klien mereka.
Praperadilan yang diajukan mereka ke PN Pagaralam ini, sambung dia, karena ada indikasi kuat bahwa perkara ini direkayasa untuk mengkriminalisasi klien mereka dan bisnisnya Hotel Orchid Dempo Resort.
“Ada oknum yang bermain dalam proses ini,” kata dia, Selasa (4/2/2025) kemarin.
Pada agenda sidang mendengarkan keterangan ahli atas nama Dr H Yuli Asmara Triputra SH MH, Senin (3/2/2025) kemarin, jelas Derry, bahwa terhadap Undang-Undang (UU) Tata Ruang dan UU Cipta Kerja, dikategorikan administratif penal law yang artinya UU administratif.
“Ketika ada pelanggaran tata ruang, semisal belum ada izin pendirian usaha, maka harus di kedepankan sanksi administratif, sesuai bunyi pasal 62 dan 63 dan harus mengedepankan Asas Ultimum Remedium, yang bermakna sanksi pidana harus diberikan setelah penerapan sanksi administratif tidak di patuhi oleh orang tersebut,” jelas dia.
Derry mengungkapkan, sesuai bunyi UU Tata Ruang dan Cipta Kerja, bahwa yang berhak untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah penyidik PPNS.
“Kan UU Tata Ruang dan Cipta Kerja sudah memiliki turunannya berupa perda, dan penegakan perda adalah PPNS yaitu POL PP. Penentapan tersangka No.90/XII/2024/Satreskrim tertanggal 17 Desember 2024 ini cacat formil, karena hanya mencantumkan UU Tata Ruang dan UU Cipta Kerja tidak mencantumkan Perda Kota Pagaralam,” ungkap dia.
Merujuk pasal 76 UU Tata Ruang jo UU CIPTA KERJA Pasal 17, ujar dia, maka Perda Kota Pagaralam No 07 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kota Pagaralam Tahun 2012-2023 sudah tidak berlaku lagi.
“Sehingga bermakna bahwa di Kota Pagaralam untuk saat ini belum ada aturan yang menjadi landasan penetapan tata ruang di Kota Pagaralam,” ujar dia.
Lebih jauh Derry mengatakan, bahwa untuk menyatakan seseorang diduga pelaku sebuh tindak pidana, harus ada perbuatan yang menurut undang-undang terkategori tindak pidana.
“Kalau sebuah aturan sudah tidak berlaku lagi, maka tidak bisa dijadikan landasan penetapan seseorang telah melakukan perbuatan yang terkategori tindak pidana,” kata dia.
Pihaknya berkeyakinan, bila merujuk dari keterangan ahli tersebut, maka hakim akan jeli melihat penetapan tersangka yang di tetapkan oleh Termohon adalah cacat formil.
“Sehingga beralasan hukum apabila yang mulia Hakim Tunggal dalam perkara Aquo menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan,” tegas Derry.
Sebelumnya, pihak Polres Pagaralam menetapkan Imam Hadi Prasetyo sebagai tersangka pada 17 Desember 2024, setelah melakukan penyidikan terhadap kasus tewasnya seorang anak berusia lima tahun di kolam renang Hotel Orchid Dempo Resort pada 14 Juli 2024 lalu.
Beberapa waktu lalu, Kapolres Pagar Alam, AKBP Erwin Aras Genda SIk, melalui Kasatreskrim Iptu Chandra Kirana SH MH menyatakan, pihkanya memang sudah menetapkan Imam hadi Prasetyo sebagai tersangka, atas dugaan pelanggaran tata ruang dan kelalaian pengelolaan keselamatan pengunjung. (kaf)