JAKARTA, fornews.co – Hasil kajian dari pihak pemerintah pada saat menjelang Pemilu 2019 lalu, informasi hoaks meningkat hingga mencapai 60 persen.
Hal tersebut diutarakan Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedy Prasetyo, saat rapat koordinasi Polri bersama KPU, Bawaslu, dan KPI di Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Dedy mengungkapkan, bahwa informasi hoaks terkait pemilu merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Hal ini tercermin dari pelaksanaan pemilu pada 2019.
“Hasil kajian pemerintah pada pemilu lalu, informasi hoaks meningkat sekitar 60 persen saat menjelang pemilu. Isunya macam-macam. Soal daftar pemilih tetap (DPT) yang muncul beberapa versi, lalu KTP seseorang bertebaran di mana-mana,” ungkap dia, seperti dikutip dari laman resmi Dewan Pers.
Dedy menjelaskan, tugas utama polisi adalah mengamankan seluruh tahapan pemilu hingga selesai. Tentu harapannya agar pemilu berjalan lancar, aman, dan sukses.
Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Totok Suryanto menuturkan, rapat koordinasi ini dimaksudkan untuk melakukan kerja sama dalam pengawasan, pemantauan, pemberitaan, dan penayangan informasi/iklan terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2024.
“Kami masih akan bertemu lagi beberapa kali untuk membuat kesepakatan bersama atau kerja sama,” tutur dia.
Terkait ancaman hoaks ini, anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro menyatakan, aparat harus mengantisipasi pelbagai bentuk atau cara untuk menyebar informasi hoaks di media sosial.
“Namun itu bukan perkara mudah. Pasalnya, para penyebar hoaks itu juga punya cara baru untuk menyiasati penyebaran hoaks,” kata Sapto.
Wakil Ketua KPI, Mulyo Hadi Purnomo, Kepala Biro Fasilitas Bawaslu, Asmin Safari Lubis, dan anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, sama-sama mengakui bahwa sangat sulit untuk mengatur media sosial (medsos).
Padahal, medsos yang paling banyak menyebarkan hoaks. Mulyo berpesan, agar media lebih hati-hati dan semakin memahami dampak yang timbul akibat informasi hoaks.
Sementara, anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu secara khusus berharap dalam setiap proses pembuatan aturan terkait pelaksanaan dan pemberitaan pemilu bisa melibatkan Dewan Pers.
“Kami tidak punya kewenangan untuk membuat aturan. Tetapi jika dilibatkan, kami bisa memahami substansinya sehingga memudahkan untuk melakukan pemantauan potensi pelanggaran pada aspek pemberitaan,” tandas dia. (aha)