JAKARTA, fornews.co – Sekelompok orang tak dikenal secara tiba-tiba ingin membubarkan diskusi publik ‘Masa Depan Orang Utan Tapanuli dan Ekosistem Batang Toru’ yang digelar di salah satu kafe di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2023).
Peristiwa itu terjadi ketika diskusi akan dimulai, lalu ada empat orang tak dikenal mendatangi tempat acara. Seorang di antaranya membentak dengan nada tinggi meminta agar diskusi itu dibubarkan.
Awalnya panitia bingung dan berupaya menenangkan. Hanya saja pelaku tak dikenal itu justru bersikeras minta diskusi tidak dilanjutkan. Bahkan pelaku secara emosional membalikan kursi peserta. Pria itu mengaku dari Salemba, Jakarta Pusat, namun enggan menyebut identitas dan asal institusinya.
“Acara ini gak jelas. Kenapa harus dipersoalkan disini. Gak, gak, bubarkan ini,” kata pelaku yang berpenampilan necis itu.
“Intinya acara ini jangan sampai bisa dimulai,” ujar dia lagi.
Ketegangan yang hanya 15 menit itu mulai mereda setelah panitia membawa pria tak dikenal itu ke lantai bawah untuk berdialog dan menjelaskan konteks acaranya.
Karena pelaku masih tetap tidak terima, akhirnya panitia memanggil petugas keamanan. Akhirnya sekitar pukul 12.00 WIB siang tadi diskusi tetap berlangsung.
Menanggapi hal itu, Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Erick Tanjung menyatakan, upaya membubarkan diskusi secara paksa jelas melanggar hak kebebasan berekspresi dan berkumpul dengan damai, yang sudah dilindungi dalam UUD 45 pasal 28.
“Siapapun harus menjunjung tinggi hak-hak tersebut. Maka kami mendukung aksi sekelompok orang itu dilaporkan ke polisi untuk diproses secara hukum, karena kami melihat aksi intimidasi dan ancaman ini akan terulang lagi bila dibiarkan,” tegas Erick.
“Bukti-bukti sudah ada dan terlihat jelas dalam rekaman video. Maka harus ditelusuri apakah insiden itu merupakan aksi spontan individual atau sudah direncanakan dan siapa dalangnya,” imbuh dia.
Erick mengungkapkan, KKJ memandang diskusi semacam ini tidak boleh diganggu apalagi sampai dibubarkan paksa, mengingat betapa pentingnya topik yang dibicarakan.
Diskusi orang utan Tapanuli ini, sambung dia, merupakan respons atas liputan kolaborasi lima media massa nasional beberapa waktu lalu yang mengangkat masalah ancaman Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pada bentang alam Batang Toru, Sumatera Utara. Sejumlah permasalahan proyek diungkap dalam liputan kolaborasi itu.
Kemudian, selain ancaman terhadap kawasan dan habitat orang utan, PLTA juga dibangun di atas kawasan yang dinilai merupakan sesar bencana. Sudah banyak kejadian bencana longsor menewaskan korban jiwa manusia, termasuk para pekerja di kawasan tersebut.
Lalu, proyek PLTA yang diklaim untuk menghadirkan energi bersih ini juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Proyek dinilai berpotensi menimbulkan keuangan negara. Jadi, diskusi publik yang merespons liputan kolaborasi media massa itu seharusnya tidak disikapi dengan tindakan atau upaya pembubaran.
“KKJ mengimbau semua pihak untuk menghargai diskusi hasil liputan jurnalistik sebagai bagian dari kebebasan pers di Indonesia. Bila ada yang merasa keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab ke media. Peraturan tentang hak jawab diatur di pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15 Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999,” tandas dia. (aha)