Jakarta, Fornews.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengumumkan penetapan dan penahanan Bupati Muara Enim Juarsah (JRH) sebagai tersangka dalam pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019, Senin (15/2/21).
“KPK menetapkan JRH sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019. Dalam pengembangan perkara ini, JRH merupakan Wakil Bupati Muara Enim 2018-2020,” sebut Deputi Penindakan KPK, Karyoto dalam keterangan pers yang disimak Fornews.co secara streaming, Senin petang.
Karyoto menjelaskan, perkara ini berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 3 September 2018 dan telah menetapkan 5 orang tersangka. Mereka adalah Bupati Kabupaten Muara Enim 2018-2019 Ahmad Yani (AYN), Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muhtar (EMM), dan dari pihak swasta Robi Okta Fahlefi (ROF).
Selanjutnya Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, Aries HB (AHB) dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Ramlan Suryadi (RS). “Perkara kelima tersangka tersebut telah disidangkan dan diputus pada tingkat PN Tipikor Palembang dengan putusan bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Setelah menemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan perkara, KPK menemukan dugaan JRH turut menyepakati dan menerima sejumlah uang berupa “commitment fee” dengan nilai 5 persen dari total nilai proyek yang salah satunya diberikan oleh ROF, dalam pelaksanaan proyek pengadaan tersebut.
Selain itu, JRH selama menjabat selaku Wakil Bupati Muara Enim 2018-2020 juga diduga berperan aktif dalam menentukan pembagian proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.
Penerimaan “commitment fee” dengan jumlah sekitar Rp4 Miliar oleh JRH dilakukan secara bertahap melalui perantaraan dari AEM (Elfin MZ Muhtar, tidak dibacakan), Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. “Lalu untuk kepentingan penyidikan, JRH ditahan selama 20 hari terhitung 15 Februari sampai dengan 6 Maret 2021,” terangnya.
Tersangka JRH disangkakan dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“KPK ingatkan kepada penyelenggara negara untuk tidak melakukan tindak korupsi dan menolak segala bentuk pemberian atas nama jabatan. Begitu juga kepada pihak swasta untuk menjalankan bisnis dengan bersih dan jujur,” imbuhnya. (yas)