YOGYA, fornews.co – “Keterlibatan anak-anak dalam proses pembangunan bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua, namun, juga memerlukan partisipasi dari berbagai stakeholder,” terang Ketua Yayasan Rumah Impian Indonesia, Yosua Lapudooh, Jumat (8/12/2023).
Menurut dia, partisipasi anak bukan sekadar tuntutan moral, melainkan suatu keharusan untuk mendukung perkembangan.
Baca: Pentas Teater di UNY, Anak-anak Dreamhouse Angkat Isu Sampah
Yosua menyebut, pentingnya memahami tingkatan partisipasi anak telah dijelaskan oleh teori Ladder of Participation yang dibagi menjadi tujuh poin yakni tingkat informasi, konsultasi, kolaborasi, pemberdayaan, manipulatif, dekoratif dan token.
Dikatakan Yosua bahwa partisipasi dalam keputusan akan memengaruhi kehidupan anak. Kenyataannya partisipasi anak cenderung dibatasi sehingga hanya menjadi simbol.
Sementara ketika anak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, sambungnya, keputusannya justru sudah diambil.
“Anak memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Sayangnya, keputusan dan kehadiran mereka dianggap sebagai representasi semata,” ungkapnya.
Padahal, kata Yosua, anak sebagai individu juga memiliki hak, tanggung jawab dan potensi yang perlu diakui sekaligus diapresiasi.

Kenyataannya anak tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan meski secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Kalaupun terlibat dan berpendapat keputusan mereka tetap berada di tangan orang dewasa.
“Orangtua perlu memahami kebutuhan anak tidak hanya pada kepentingan pendidikan. Namun, hak partisipasi anak juga harus diberikan,” ujarnya.
Maka, jelas Yosua, teori “Ladder of Participation” oleh Roger Hart (Hart & UNICEF. International Child Development Centre., 1992) adalah suatu kerangka kerja yang digunakan untuk memahami dan mengukur tingkat partisipasi anak-anak dalam keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.
Teori itu menawarkan pendekatan bertingkat, menggambarkan pergeseran dari tingkat partisipasi yang rendah hingga tingkat partisipasi yang lebih tinggi seiring dengan meningkatnya usia dan pengalaman anak-anak.
Baca: Tanpa Akta Kelahiran Anak Kehilangan Hak Layanan Publik
Kepada fornews.co, dalam laporan tertulis Yosua juga mengacu pada teori Pentahelix yang mencakup lima pilar utama.
Kelima pilar itu yakni pemerintah, industri, akademisi, Non-Government (NGO), dan media yang kemudian menjadi landasan bagi kolaborasi dalam pencapaian tujuan.
Untuk mencapai tujuan itu pada Selasa lalu, 5 Desember 2023, Yayasan Rumah Impian Indonesia (YRII) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar Pameran Kidz of Day mengusung tema “Peningkatan Partisipasi Anak” di Auditorium UNY.
Pameran tersebut rangkaian dari NFEST #11 event tahunan yang digelar oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Baca: Celaka! Masih Banyak Orangtua Sesatkan Anak
Dreamhouse turut memamerkan puluhan karya anak-anak jalanan sebagai wujud partisipasi aktif dalam kegiatan sosial, budaya, dan pendidikan.
“Ini sejalan dengan teori pentahelix yang menggabungkan lima pilar utama, di antaranya Pemerintah, NGO, Pendidikan, Korporasi, Swasta, dan Media,” terang Yosua.
Pameran karya anak-anak Dreamhouse itu tidak hanya mendukung konsep Ladder of Participation, ujarnya, tetapi juga mendorong partisipasi anak yang lebih efektif dan bermakna.
Bahkan, kata Yosua, termasuk menciptakan kesempatan bagi anak-anak untuk naik pada tingkatan partisipasi yang lebih tinggi mulai dari tingkat informasi hingga tingkat kolaborasi.

Acara yang digelar di UNY itu melibatkan instansi pendidikan untuk ikut berperan mewujudkan hak partisipasi anak.
Perlu diketahui, Dreamhouse telah melakukan pendampingan anak di 12 kampung dan fokus meningkatkan hak dan partisipasi anak di 5 kampung dalam dua tahun terakhir ini.
Kelima kampung itu yakni, Tukangan, Wonocatur, Jogoyudan, Sidomulyo dan Tlukan.
Selain memamerkan karya, Dreamhouse juga mementaskan Teater Anak dan Tari Mayong. (adam)
Copyright © Fornews.co 2023. All rights reserved.