JOGJA, fornews.co – Ratusan ribu warga Jogja tumpah dalam prosesi lampah ratri Mubeng Benteng Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pada malam 1 Sura Je 1958 bertepatan dengan Ahad, 7 Juli 2024.
Setiap malam 1 Sura Je 1958 kerajaan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat melaksanakan tradisi hajad kawula dalem rangkaian peringatan tahun baru hijriyah atau tahun baru Jawa.
Sebelum lampah ratri yang dilaksanakan pukul 00.00 WIB terlebih dahulu digelar pembacaan doa akhir tahun dan awal tahun serta doa bulan Sura.
Doa berisi permohonan perlindungan, kemakmuran, dan kedamaian di wilayah kekuasaan Karaton Mataram Ngayogyakarta Hadingingrat.
Usai pembacaan doa, dilanjutkan dengan prosesi pemberian restu oleh para petinggi Karaton.
Lampah ratri dilepas langsung oleh putri Sri Sultan Hamengku Buwana X, GKR Mangkubumi.
Ratusan ribuan warga baik lelaki maupun perempuan, dewasa mapun anak-anak, berjalanan kaki tanpa alas kaki tanpa berbicara. Mereka laku bisu.
Mereka berjalan kaki dengan rute mulai dari Keben, Kauman, Jalan Agus Salim, Pojok Benteng Kulon, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Suryowijayan, Pojok Benteng Kidul, Jalan MT Haryono, Pojok Benteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Pojok Benteng Lor, Jalan Ibu Ruswo, Alun-alun Utara dan berakhir kembali di Keben Karaton.
Lampah Ratri juga disebut sebagai tapa bisu merupakan hajad dalem yang diinisiasi oleh pada abdi dalem.
Di masa pemerintahan Sultan bertahta, lampah ratri merupakan upacara resmi atau upacara kenegaraan dari karaton yang dilaksanakan atas perintah Raja.
Sebagai kerajaan Islam, lampah ratri dimaksudkan sebagai sarana introspeksi diri yang terinspirasi oleh peristiwa hijrah Rasulullaah Muhammad Shalallahu ‘Alayhi Wassalam dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah.
Dikutip dari “Mubeng Beteng Karatan Ngayogyakarta Hadiningrat” yang ditulis oleh Herman Sinung Janutama, dahulu di Jogja terdapat beberapa lintasan yang digunakan lampah ratri.
Beberapa lintasan yang dimaksud itu di antaranya pertama, dari Pojok Benteng Wetan hingga ke pantai Parangkusumo di Bantul.
Kedua, lintasan yang mengikuti kontur kelima masjid pathok Nagari Karaton Ngayogyakarta, Masjid Dongkelan, Mlangi, Plasa Kuning, dan Babadan.
Namun, kawasan peninggalan Karaton Kotagedhe juga pernah menjadi lintasan lampah ratri.
“Ada juga pula yang melaksanakan lampah ratri dengan keliling desa atau kampung,” tulis Herman.
Dari sekian lampah ratri yang pernah dilaksanakan yang paling populer adalah lampah ratri dengan mengelilingi Benteng Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Prosesi lampah ratri yang digelar setiap tahun itu pernah ditiadakan di masa pandemi. (adam)
Copyright © Fornews.co 2023. All rights reserved.