JAKARTA, fornews.co – Mulai 1 November 2022 ini, pemerintah melanjutkan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) nol Dolar AS per metrik ton (MT).
Hal tersebut ditegaskan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) secara hibrid, Senin (31/10/2022).
Airlangga mengatakan, kebijakan itu diterapkan karena harga indeks pasar (HIP) biodiesel lebih rendah dari HIP solar sehingga belum ada pembayaran insentif biodiesel.
“Tarif PE sebesar nol Dolar AS/MT akan diperpanjang sampai harga referensi minyak sawit mentah atau CPO lebih besar sama dengan 800 Dolar AS/MT. insentif itu dipertahankan karena tarif nol Dolar AS/MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan 800 Dolar AS/MT,” ujar dia.
“Sekarang harganya masih sekitar 713 Dolar AS/MT, jadi tarif PE nol Dolar AS/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke 800 Dolar AS/MT, tarif PE nol Dolar AS/MT tersebut tidak berlaku,” sambung dia.
Airlangga mengungkapkan, penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor diharap memberi efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri.
“Pungutan yang dipungut dari ekspor, dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat,” ungkap Ketua Komite Pengarah BPDPKS itu.
Airlangga menjelaskan, ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya, terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.
Dalam rapat tersebut, kata Airlangga, juga memutuskan untuk melakukan percepatan realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti. (aha)