ACEH, fornews.co – Alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan pembangunan lain sepeti jalan, pemukiman, dan tambang, menjadi ancaman terbesar atas keberadaan Orangutan Sumatra (Pongo abelii). Selain perburuan liar untuk pelihara dan diperjualbelikan.
Berdasarkan data Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC), mencatakan bahwa populasi Orangutan di Sumatera, saat ini tersisa sekitar 14.600 individu. Di mana habitat mereka terus “dijarah” oleh aktivitas masyarakat dan perusahaan perkebunan yang “rakus” akan tanah.
Dalam rilis YOSL-OIC dan BKSDA Aceh diungkapkan, satu individu orangutan betina dengan perkiraan umur 7 tahun berhasil diselamatkan dalam keadaan memprihatinkan akibat “terpenjara” di perkebunan sawit milik warga di Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, Rabu (20/03).
Tim penyelemat terdiri dari BKSDA Aceh, Tim HOCRU OIC, dan WCS-IP berhasil mengevakuasi orangutan tersebut, yang selanjutnya diberi nama Pertiwi, tanpa melalui proses pembiuasan karena Pertiwi didapati dalam kondisi yang lemah.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo SHut MSi menyatakan bahwa saat ini tim dari BKSDA Aceh, dan mitra terus memantau daerah perkebunan yang diperkirakan masih ada Orangutan yang terisolasi.
“BKSDA akan terus serius melakukan upaya-upaya mengatasi konflik antara manusia dan Orangutan sehingga insiden konflik yang mengakibatkan kematian dan perburuan orangutan dapat dicegah,” ujarnya.
“Saat ini ancaman terbesar akan keberadaan mereka (Orangutan) adalah konversi hutan menjadi perkebunan dan pembangunan lain sepeti jalan, pemukiman, dan tambang,” ujar Panut Hadisiswoyo, Ketua YOSL-OIC saat dikonfirmasi fornews.co melalui pesan WhatsApp, Kamis (21/03).
Dijelaskan pula kronoligis penyelamat Pertiwi, yakni Selasa (19/03) siang, Tim HOCRU OIC mendapat informasi dari BKSDA-Aceh melalui nomor Call Center HOCRU terkait beberapa individu orangutan yang terjebak di kebun masyarakat. Di mana belum beberapa hari sebelumnya, sebelumnya di kawasan tersebut, Tim menyelamatkan orangutan Hope dari luka parah dengan 74 butir peluru di sekujur tubuhnya.
Hasil pemantauan di lokasi tim HOCRU menemukan beberapa sarang baru di lokasi perkebunan tersebut. Setiba di lokasi tim langsung mencari keberadaan orangutan dan tim menemukan satu individu orangutan (anakan ± 7 tahun) di dalam sarang.
“Karena hari sudah sore tim memutuskan tidak melakukan upaya evakuasi pada hari itu melainkan keesokan harinya. Lokasi kebun berstatus APL dan berjarak kurang lebih 10 km dari SM Rawa Singkil,” terang dalam rilis tersebut.
Untuk mengevakuasi Orangutan tersebut, Tim HOCRU memutusakan untuk tidak menggunakan tembakan bius karena kondisi orangutan yang kurus dan kecil sehingga ditakutkan akan mengenai organ vital. Tim memutuskan memotong pohon akses dan menggiring orangutan ke pohon yang rendah untuk kemudian menangkapnya.
Selanjutnya, metode anestesi dilakukan untuk memeriksa kondisi Orangutan Pertiwi yang memiliki berat badan kurang lebih 5 kg tersebut. Dipimpin oleh dokter hewan HOCRU, pemeriksaan fisik diketahui orangutan tersebut berumur ± 7 tahun, berjenis kelamin betina, dengan kondisi malnutrisi (kurus), kondisi tangan sebelah kanan yang kurang resposif (kurang gerak).
Adapun hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut: frekuensi pulsus 63/menit, SpO2 95%, denyut jantung 85kali/menit, dan temperature 38,2 oc. Mata kiri kanan normal tanpa cedera, telinga kiri dan kanan juga normal, mulut normal, gigi normal, abdomen normal, kulit normal tanpa ada bekas luka atau penyakit kulit lainnya, organ genital (kelamin) normal, pemeriksaan limfonodus normal dan pemeriksaan ektremitas secara kesuluruhan di dapati indikasi cedera pada tangan sebelah kanan dan tidak responsif.
Setelah semua pemeriksaan fisik selesai dinyatakan orangutan orangutan tidak layak untuk di lepasliarkan kembali ke habitatnya serta harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Karantina orangutan sumatera milik SOCP di Sibolangit Sumatera Utara. (ibr)