JAKARTA, fornews.co – Usia ideal bagi pemimpin daerah pada pemilih Pilkada serentak 2024 di berbagai wilayah di Indonesia dinilai berada pada rentang 53 sampai 55 tahun.
Hasil kesimpulan tersebut muncul dari survei kepada 1.070 responden yang masuk usia dan kriteria calon pemilih pada Pilkada Serentak mendatang, yang dilakukan Populix.
Pengumpulan data survei ini dilakukan pada 23-26 Mei 2024, dengan melibatkan 1.070 responden secara online dari seluruh wilayah Indonesia. Kriteria responden terdiri dari 49% laki-laki dan 51% perempuan, dengan beragam latar belakang pekerjaan, seperti karyawan (62%), pengusaha (17%), mahasiswa/i (11%), ibu rumah tangga (6%), dan lainnya (4%)
Menurut Manajer Riset Sosial Populix, Nazmi Haddyat Tamara, kesimpulan ini didapat dengan mengajukan 4 pertanyaan kepada responden tentang berapa usia calon pemimpin yang dinilai terlalu muda, muda, tua dan terlalu tua dalam pandangan mereka, sehingga mereka akan pilih atau tidak pilih dalam Pilkada mendatang.
“Lalu hasil ini dianalisis dengan mengadopsi pendekatan model dan analisis PSM (Price Sensitivity Meter) yang kerap digunakan dalam penelitian pasar. Hasilnya, responden menilai usia di bawah 35 tahun dianggap terlalu muda dan mereka cenderung tidak akan memilihnya,” ujar dia dari rilis yang diterima fornews.co, Kamis (4/7/2024).
“Sedang usia 35 sampai 50 tahun umumnya dinilai masuk kategori usia muda yang akan dipertimbangkan untuk dipilih. Usia 55-70 tahun dinilai termasuk kandidat dengan usia tua yang akan dipertimbangkan untuk dipilih,” imbuh dia.
Sementara, ungkap Nazmi, untuk usia di atas 72 tahun dinilai terlalu tua dan juga cenderung tidak akan dipilih. Usia ideal itu merupakan rata-rata jawaban kategori (1) usia terlalu muda, (2) muda ideal, (3) tua ideal, dan (4) terlalu tua.
Pada Pilkada serentak mendatang, batas usia calon kepala daerah akan merujuk pada putusan terbaru Mahkamah Agung (MA) yang mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah dari yang berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi, dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten.
“Terhitung sejak penetapan pasangan calon pada 22 September 2024, menjadi terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih atau pada 1 Januari 2025,” ungkap dia.
Kriteria Personal dan Profesi
Nazmi menjelaskan, bahwa selain usia, sejumlah kriteria juga dipertimbangkan calon pemilih Pilkada dalam mengambil keputusan kandidat yang akan dipilih.
Hasil survei Populix menunjukkan, kriteria pemimpin daerah yang paling diutamakan oleh pemilih meliputi karakter personal (34.5%), latar belakang profesi (20.8%), jenis pakaian (14.0%), dan gelar akademik (12.8%).
“Secara spesifik, pemilih mencari calon pemimpin yang memiliki karakter tegas dan berwibawa, dengan latar belakang sebagai politisi, sering memakai jas, serta memiliki gelar akademik sarjana,” jelas dia.
Seorang calon kepala daerah, terang Nazmi, perlu memiliki kompetensi memahami isu lokal untuk merespons dengan tepat dan efektif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menjadi krusial mengingat tiga isu utama yang dianggap penting oleh masyarakat, yaitu lapangan pekerjaan (51%), kesehatan (47%), dan pendidikan (46%).
“Memahami secara mendalam dinamika dan prioritas masyarakat terhadap ketiga isu ini, akan memungkinkan calon kepala daerah untuk merancang kebijakan dan program yang sesuai, serta bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan pembangunan lokal,” terang dia.
Preferensi Faktor Kesamaan dan Pengaruh Eksternal
Lebih jauh Nazmi mengurai, bahwa mayoritas pemilih (80%) menganggap kesamaan agama sebagai faktor terpenting dalam memilih pemimpin daerah, karena keyakinan agama seringkali menjadi fondasi moral dan etika yang mempengaruhi keputusan pemimpin.
Faktor lain yang juga penting adalah ‘putra daerah’ atau seseorang yang berasal atau memiliki hubungan erat dengan suatu daerah tertentu (62%) dan kesamaan etnis/suku (47%).
“Dalam survei ini, preferensi masyarakat terhadap pilihan pemimpin daerah paling besar dipengaruhi oleh tokoh agama (71%), presiden (70%), dan kepala keluarga (70%). Hal ini menunjukkan kompleksitas dinamika politik lokal yang dipengaruhi oleh figur nasional, figur agamawan, serta keluarga,” urai dia.
Perilaku dalam Pemilihan
Kemudian, Nazmi menuturkan, mayoritas pemilih lebih antusias pada pemilihan gubernur (3.34/4.00) dibandingkan walikota (3.28/4.00), menunjukkan kepercayaan masyarakat yang lebih besar pada pemimpin tingkat provinsi.
Sebagian kecil pemilih merasa tidak tertarik pada pemilihan kepala daerah karena menganggap siapa pun calon yang terpilih tidak akan memberikan dampak signifikan bagi wilayahnya (38%).
Sebagian pemilih mulai menentukan pilihan pemimpin daerah saat waktu kampanye resmi (28%) dan pendaftaran resmi (22%), mencerminkan tingginya kesadaran politik masyarakat dalam mengamati calon pemimpin daerah. Namun, ada juga yang baru menentukan pilihan saat masa tenang sebelum pencoblosan (20%).
Sebagian besar pemilih menentang tawaran uang untuk memilih kandidat tertentu (45%), meskipun ada yang menerima tawaran tersebut, mereka tetap tidak akan memilih calon yang diinstruksikan (33%). Hal ini menunjukkan bahwa integritas pemilihan dan kemandirian pemilih masih dianggap sebagai nilai yang tinggi dalam proses demokrasi lokal.
“Hasil survei ini memberi wawasan tentang preferensi dan harapan masyarakat Indonesia dalam Pilkada Serentak 2024, yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi para kandidat dalam merancang strategi kampanye dan program kerja yang lebih tepat sasaran,” tandas dia. (aha)