PALEMBANG, fornews.co – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menahan tiga oknum pegawai pajak pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Palembang, Senin (6/11/2023) malam.
Tiga oknum pegawai KPP Palembang, yakni RFG, NWP dan RFH, menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan pada beberapa perusahaan itu, langsung dibawa penyidik ke Rutan Kelas I Pakjo dan Rutan Wanita Palembang selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Abdullah Noer Denny SH MH menyampaikan, sebelumnya tiga oknum pegawai KPP Palembang itu memang sudah ditetapkan tersangka, dan hari ini dilaksanakan pemeriksaan terhadap ketiganya.
Penyidik Kejati Sumsel, sambung dia, berpendapat untuk dilakukan upaya penahanan sesuai pasal 21 KUHP. Untuk modus yang dilakukan oleh para tersangka, karena ada dugaan gratifikasi yang dilakukan dengan wajib pajak.
“Alasan penyidik melakukan penahanan, dikhawatirkan para tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya,” ujar dia.
Terkait kerugian negara dalam perkara ini, ungkap Abdullah Noer Denny, masih dalam proses perhitungan.
“Dalam hal ini kerugian negara diperoleh dari pemeriksaan, bahwa adanya dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh para tersangka dengan wajib pajak. Untuk total kerugian negara masih dalam perhitungan,” jelas dia.
Sementara, Kuasa Hukum tersangka Alamsyah Hanafiah SH MH menyampaikan, terhadap penahanan kliennya, pihaknya sudah bertanya pada penyidik soal apakah ada dua alat bukti yang sah. Namun, penyidik tidak bisa memperlihatkan itu dan kata penyidik rahasia, sehingga dalam kasus ini dua alat bukti penyidik tidak bisa ditunjukkan kepada mereka.
“Padahal sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maupun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, syarat untuk menahan atau menetapkan seseorang sebagai tersangka itu minimal ada dua alat bukti yang sah. Penyidik seharusnya terbuka dengan tersangka maupun kepada tim kuasa hukum, itulah azas keterbukaan penyidikan, bukan penyelidikan secara tertutup,” kata dia, saat dibincangi di Kejati Sumsel, Senin (6/11/2023) malam.
Alamsyah menerangkan, jadi hak – hak mereka untuk membela klien sebagai tim kuasa hukum merasa ditutupi, karena penyidik enggan menunjukkan dua alat bukti itu saat ditanyakan, dan benarkah ini soal kerugian negara dikatakan korupsi.
“Diakui belum ada audit dari BPK maupun BPKP. Tentang kerugian negara, maka dia mengambil kesimpulan dari gratifikasi seorang pegawai negeri terkait dia pegawai pajak, menerima sesuatu atau menjanjikan sesuatu terhadap seseorang diluar pajak,” terang dia.
Selama ini, kata Alamsyah, kliennya yang menerima keuntungan dalam usahanya itu dianggap menerima gratifikasi. Jadi, jangan hanya menahan dan menetapkan tersangka penerimanya saja, sedangkan pemberi tidak.
“Kami menilai ini tidak adil, karena PT yang dituduh menyuap memberi segala macam itu tidak dibuat menjadi tersangka. Jadi untuk upaya hukum yang saya lakukan untuk klien, sepanjang saya diberi mandat atau kuasa oleh klien tetap saya lakukan,” tandas dia.(aha)