MAGELANG, fornews.co—Komandan Gerakan Pemuda Ka’bah Aliansi Tepi Barat, Pujiyanto, memberikan keterangan adanya kerusuhan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah yang melibatkan Laskar PDI-P Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) Jogja.
Keterangan kronologis, fakta dan insiden di Kabupaten Magelang tersebut diungkapkan Pujiyanto melalui jumpa pers pekan ini di Deyangan, Mertoyudan, Magelang, Kamis tanggal 2 November 2023.

Kerusuhan di Kabupaten Magelang tersebut terjadi untuk kedua kalinya. Pertama, pada 16 Januari 2022 dan kedua tanggal 15 Oktober 2023.
“Untuk kedua kalinya massa PDI-P melakukan provokasi hingga terjadi kerusuhan di Magelang,” ungkap Komandan GPK militan yang akrab disapa Yanto.
Padahal, sambung Yanto, PDI-P sudah berjanji dan meminta maaf atas kerusuhan yang terjadi pada 16 Januari 2022 di Muntilan setelah penembakan memakan korban anggota GPK simpatisan PPP.
Kerusuhan itu terjadi usai Harlah ke-49 PDI-P di Magelang dipicu adanya penurunan bendera laskar GPK oleh massa PDI-P.
Atas kejadian tersebut dilakukan pertemuan di Polres Magelang duduk bersama Bupati, Kapolres, Dandim dan pihak penyelenggara acara dari PDI-P.
Pertemuan di Polres Magelang itu menyepakati PDI-P dan GPK militan berikut FAUIB untuk tidak mengadakan kegiatan yang melibatkan massa sebelum tahun 2024.
“Bahkan, pertemuan di Polres, mereka (PDI-P) berjanji tidak akan membuat kegaduhan di Kabupaten Magelang,” ucapnya.
Namun, sambung Yanto, pada 15 Oktober 2023 Pengurus DPD PDI-P Kabupaten Magelang justru menggelar Lomba Laskar dengan tema “Banteng Metu Kandang” di Lapangan Drh Soepardi dihadiri Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) dari Jogja.
Yanto mengatakan massa BSM yang tidak diundang dalam acara tersebut datang ke Magelang mengenakan pakaian “preman” tanpa atribut partai. Sesampainya di Magelang mereka bergabung dengan massa PDI-P lainnya.
Usai Acara di Lapangan Drh Soepardi, Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) yang masih di bawah pengaruh miras kembali membuat kekacauan.
Massa PDI-P yang menenggak miras saat acara berlangsung di Magelang itu terekam kamera dan tersebar di media sosial.
“Mereka sempat bentrok antarmassa PDI-P di seputar kawasan Borobudur,” beber Yanto.

BSM yang hendak kembali ke Jogja kemudian membuat keributan melakukan pelemparan batu terhadap warga Batikan, Kelurahan Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang.
Dalam kerusuhan itu, sambungnya, Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) PDI-P membakar satu sepeda motor milik anggota GPK militan dan merusak sejumlah sepeda motor milik warga.
Kerusuhan itu mengakibatkan sejumlah kaca jendela Panti Asuhan Yatim Putri milik Aisyiyah pecah, terjadi perobekan bendera PPP berlambang Ka’bah dan perobohan bendera Palestina.
Kabupaten Magelang yang sebelumnya kondusif dan aman menjadi gaduh. Pelemparan batu dan perusakan oleh massa PDI-P direspon warga dengan perlawanan.
Baca: AMM: Dugaan Kasus Penyelewengan Bansos di Magelang Harus Terbongkar
Padahal, jelas Yanto, setelah kejadian penembakan di Muntilan PDI-P berjanji tidak akan membuat kegaduhan, keributan maupun kerusuhan di Magelang.
“Kami (GPK ATB dan FAUIB) selalu menjunjung tinggi kondusifitas di Magelang,” ujar Yanto.
Menurut Komandan GPK militan, merobek bendera PPP berlambang Ka’bah dan perobohan sekaligus menginjak-injak bendera Palestina sama halnya menghina umat Islam di seluruh Dunia.

Kegaduhan Perusakan Bendera
Saat ini penjajahan Israel terhadap Palestina sedang berlangsung keji, sambung Yanto, menginjak-injak bendera Palestina sama halnya mendukung penjajahan dan bersikap anti Palestina.
“Seluruh umat Islam di seluruh dunia sedang prihatin dan berempati terhadap Palestina dengan penjajahan yang dilakukan oleh Israel.
Kesepakatan untuk menciptakan Magelang yang kondusif tidak membawa hasil. Yanto menyebut Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) PDI-P menolak untuk berdamai.
Baca: Sedekah Ramadan, FAUIB Salurkan 10 Ton Beras dan Uang Tunai 100 Juta untuk Dhuafa
Ketua Presidium Front Aliansi Umat Islam Bersatu (FAUIB) Jateng-DIY, Anang Imamuddin, menyatakan bahwa masyarakat Magelang telah berkomitmen untuk menjaga keamanan dan ketentraman di wilayahnya.
Anang menyayangkan adanya kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang berupaya mengganggu kedamaian di Magelang.
“Kondusifitas di Magelang sudah komitmen kami jaga bersama-sama. Tetapi, ternyata justru dari luar Magelang yang mengacak-acak dan menginjak-injak Kabupaten Magelang!” ungkapnya.
Menurut Anang, kondisi tersebut harus menjadi catatan penting bagi seluruh pemangku kebijakan di Kabupaten Magelang mulai Bupati, Kapolres, Dandim, dan seterusnya.

Ia mengkritisi PDI-P Kabupaten Magelang yang tidak belajar dari pengalaman buruk sehingga kerusuhan di Magelang kembali terulang.
“Pengalaman adalah guru yang terbaik, ternyata panitia dan PDI Perjuangan Kabupaten Magelang tidak mengambil pengalaman itu,” ujarnya.
Terkait pemberitaan kejadian di Magelang, Anang, menilai banyak media massa yang tidak komprehensif.
“Kami melihat, membaca dan mengamati media massa hampir semua media massa mengabarkan berita yang tidak komprehensif. Tidak jangkep (tidak lengkap) sehingga bahasa kami awal itu berita ini semacam sop buntut,” kata dia.
Baca: Yogya Indonesia Mini, Panglima FA UIB Serukan Perdamain dan Kerukunan
Kata Anang, banyak media massa yang hanya memberitakan bentrokan di Tape Ketan Muntilan. Padahal, ada kronologis kejadian harus diberitakan secara jujur.
Banyak media yang tidak memberitakan kejadian di Pabelan, Mungkid, Magelang, setahun lalu.
Ia meluruskan pemberitaan media massa yang menyebut dirinya dan FAUIB menghadang Laskar PDI-P dari Yogyakarta.
“Tidak akan ada akibat kalau tidak ada sebab. Dan ini adalah konsep ada aksi ada reaksi,” terangnya.
Dijelaskan, GPK Aliansi Tepi Barat dan FAUIB Jateng-DIY di Magelang tidak akan pernah membuat kerusuhan karena memegang pesan guru besarnya.
Guru besarnya melarang untuk mengambil atau menyentuh yang bukan haknya. Pesan ini dipegang teguh oleh seluruh barisan GPK militan dan FAUIB.

Tetapi, lanjut Anang, ketika ada simbol-simbol Islam yang dirusak ini sangat menyakiti umat Islam.
“Penginjak-injakan bendera Palestina yang dilakukan oleh Barisan Sirotol Mustaqim (BSM) PDI-P tentu saja membuat kami tersakiti.”
Anang kecewa terhadap pemberitaan media massa yang seakan-akan menuduh GPK Aliansi Tepi Barat dan FAUIB Jateng-DIY sebagai pelaku kebrutalan.
Disebutkan, Partai penguasa punya segala sesuatu dan membuat suatu berita seolah-olah GPK Aliansi Tepi Barat dan FAUIB Jateng-DIY yang bersalah.
“Mereka adalah pelaku yang seolah-olah adalah korban. Padahal, merekalah yang memantik semua ini sehingga terjadi kerusuhan di berbagai tempat di Magelang,” ujarnya.
Atas berbagai kejadian tersebut Anang khawatir jika tidak ada formulasi penyelesaian yang tepat akan menjadi melebar.
Terkait kesepakatan untuk tidak menggelar acara sebelum tahun 2024, Anang mengaku kecewa Lapangan Soepardi menjadi tempat Lomba Laskar yang digelar oleh DPC PDI-P Kabupaten Magelang pada 15 Oktober 2023.
Dijelaskan, setiap kegiatan ada ijin tempat dan ijin kegiatan apalagi yang digunakan adalah lapangan Soepardi milik Pemkab Magelang.
“Pastinya seorang Bupati mengijinkan itu kalau tidak diijinkan oleh Bupati atau jajarannya pasti tidak akan berjalan,” kata Anang.
“Ada Ijin tempat dan ada ijin kegiatan. Ijin kegiatan dikeluarkan oleh kepolisian.”
Ia sempat menanyakan perihal Surat Ijin acara tersebut kepada pihak penyelenggara. Namun, panitia berbelit-belit untuk memperlihatkan Surat Ijin tersebut.
Anang menemukan klausul-klausul yang menyatakan panitia bertanggung jawab menjaga segala macam kerawanan sosial.
“Jadi, di sinilah menurut kami panitia yang harus bertanggung jawab karena acara dari awal sampai akhir tidak kondusif,” ujarnya.
Di depan sejumlah awak media, Anang mengaku melihat massa PDI-P dari Yogyakarta berbondong-bondong masuk ke Magelang dan ada pembiaran meski katanya tidak ada undangan untuk massa dari luar Magelang.
Namun, kata Anang, massa PDI-P yang masuk Magelang dari Yogyakarta mengenakan atribut partai PDI-P dengan knalpot blombongan.
Selain itu, Anang juga mengamati semua lampu lalu lintas yang selalu berwarna kuning dan membiarkan massa menuju Lapangan Soepardi.
Agar insiden satu tahun lalu tidak kembali terjadi di Magelang ada tiga masukan yang pernah disampaikan Anang kepada aparat kepolisian.
Tiga masukan itu yakni, pertama, aparat harus turut menjaga wilayah-wilayah di Magelang yang memasang bendera PPP, GPK atau Palestina.
Kedua, melarang Laskar PDI-P dari Yogyakarta masuk ke Magelang. Dan ketiga, razia miras.
Namun, masukan kepada kepolisian wilayah Magelang tersebut tidak ditindaklanjuti.
Hasil rekaman massa PDI-P yang menenggak miras saat acara berlangsung di Magelang menjadi salah satu bukti, kata Anang.
Selain itu, sambung Anang, massa PDI-P yang masuk Magelang membawa senjata tajam dan pentungan. Bahkan, bom molotov.
Sebagai warga Magelang, ungkap Anang, apa yang dilakukan massa PDI-P dari Jogja telah membuat tidak kondusif. “Kami sebagai masyarakat Magelang tidak terima.”
“Magelang adalah rumah dan tanah kelahiran kami. Jangan coba-coba dan jangan main-main. Ini bukan urusan partai atau kelompok,” tandasnya. (adam)
Copyright © Fornews.co 2023. All rights reserved.