PALEMBANG, fornews.co-Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai terbitnya Perpress 109/2020 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategi Nasional (PSN), mengabaikan kajian lingkungan.
Pasalnya, dalam Perpress tersebut negara mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan berbagai keistimewaan terhadap investasi. Khusus di Sumatra Selatan (Sumsel) sendiri, paling tidak ada lima rencana proyek PSN di sektor infrastruktur jalan.
Mulai proyek pembangunan ruas tol Trans Sumatra. Lalu, di sektor kawasan ada rencana pembangunan kawasan industri Tanjung Enim dan kawasan khusus ekonomi Tanjung Api-Api.
Di sektor irigasi tercantum rencana proyek pembangunan jarungan irigasi daerah irigasi Lempuing. Di sektor kereta, ada rencana pembangunan kereta api logistik Lahat – Muara Enim – Prabumulih – Lampung dan Prabumulih – Kertapati, termasuk LRT Metro Palembang.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Nur Hidayati menyatakan, pihaknya sudah sejak lama mengkritisi PSN, karena dianggap terburu-buru dan tanpa kajian lingkungan.
Pada awal persiapan proyek saja sudah ada laporan konflik, terutama konflik manusia dan satwa liar. Sementara pemerintah tetap mendorong ratusan proyek dalam Perpres tersebut, terutama setelah UU Cipta Kerja disahkan dengan segala konsekuensinya.
“PSN tidak pedulikan daya dukung lingkungan, seharusnya ada kajian dan konsultasi terkait dampak bencana ekologisnya. Hingga Oktober 2020 saja sudah ada lebih 5 juta masyarakat yang mengungsi, belum lagi ada bencana COVID-19,” katanya dalam konferensi pers daring yang disimak dari Palembang, Senin (30/11).
Nur menjelaskan, PSN berupa pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, dan lainnya tentu membutuhkan lahan. Padahal masalah lahan belum tuntas, terutama hak atas tanah dimana masyarakat harus kejar pengakuan itu.
Selain itu, pihaknya melihat ada potensi kerugian negara. Dari proyek food estate, misalnya yang bisa jadi akan didanai utang luar negeri. “Kami harapkan ada moratorium dan kajian strategis lingkungan pada PSN di semua daerah,” jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri mengatakan, PSN hanya mengakomodir pihak industri. Sementara bahan baku milik rakyat sama sekali tidak diakomodir. Produksi hingga distribusi bahan baku bukan untuk kepentingan rakyat.
Pihaknya menyoroti sektor infrastruktur jalan batubara yang menurut Hairul hanya mengakomodir hilirisasi batubara rendah. Hal itu tidak mencerminkan komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup. Lalu, harimau yang keluar dari habitatnya juga merupakan akibat aktivitas batubara. “Eksploitasi batubara ini akan dijawab dengan bencana-bencana ekologi,” tukasnya.
Begitu juga untuk sektor kawasan dengan pembangunan KEK TAA jelas akan memberi ancaman bagi lingkungan di wilayah pesisir. Mengingat kawasan itu bersebelahan dengan Taman Nasional Sembilang. Ancaman lingkungan hidup pun sudah terlihat dari terganggunya habitat buaya akibat aktivitas persiapan pembangunan KEK. Pihaknya juga mendapati ekosistem bakau dan mangrove sudah rusak hanya dalam 2 -3 bulan saja. “Padahal baru masa persiapan tapi kerusakan lingkungan sudah terdampak,” ulasnya. (yas)