SENTANI, fornews.co – Banjir bandang yang melanda 9 kelurahanan di Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (16/03) sekitar pukul 21.30 WIT telah menimbulkan banyak korban dan kerusakan. Hingga pagi ini, korban tewas tercatat 42 orang dan puluhan lainnya luka-luka.
“Hingga Minggu (17/03) pukul 08.30 WIB, tercatat dampak banjir bandang sebanyak 42 orang meninggal dunia, dan 21 orang luka-luka,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan tertulis, Minggu (17/03).
Banjir melanda Kelurahan Barnabas Marweri, Piter Pangkatana, Kristian Pangakatan, Didimus Pangkatana, Andi Pangkatana, Yonasmanuri, Yulianus Pangkatana, Nelson Pangkatan, dan Nesmanuri. Meski Minggu (17/03) pagi banjir telah surut, namun material kayu gelondongan dan lumpur masih tertinggal di jalan maupun rumah warga.
Seperti di BTN Doyo Baru, ada 9 unit rumah yang rusak parah, 1 mobil rusak atau hanyut, dan jembatan Doyo serta jembatan Kali Ular mengalami kerusakan. Kemudian sekitar 150 rumah terendam di BTN Bintang Timur Sentani dan 1 pesawat jenis Twin Otter di Lapangan Terbang Adventis Doyo Sentani juga mengalami kerusakan.
“Dampak kerusakan masih akan bertambah karena pendataan masih dilakukan dan belum semua daerah terdampak dijangkau oleh Tim SAR gabungan,” katanya.
Beberapa warga sejak semalam mengungsi. Sekitar 50 orang di Kantor Bupati Jayapura Gunung Merah, 70 orang di Kediaman Bupati Jayapura, dan beberapa warga mengungsi di Kantor Basarnas Jayapura.
Tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI dan relawan melakukan penanganan darurat. Posko akan didirikan untuk memudahkan distribusi bantuan kepada masyarakat terdampak.
Menurut Sutopo, melihat dampak banjir bandang dan landaan banjir bandang yang terjadi di Sentani, kemungkinan disebabkan adanya longsor di bagian hulu yang kemudian menerjang di bagian hilir. Karakteristik banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia diawali adanya longsor di bagian hulu kemudian membendung sungai sehingga terjadi badan air atau bendungan alami. Karena volume air terus bertambah kemudian badan air atau bendung alami ini jebol dan menerjang di bagian bawah dengan membawa material-material kayu gelondongan, pohon, batu, lumpur dan lainnya dengan kecepatan aliran yang besar. Ini ditambah dengan curah hujan yang berintensitas tinggi dalam waktu cukup lama.
“Pada tahun 2007, kejadian banjir bandang juga pernah terjadi di Distrik Sentani,” terang Sutopo.
Hingga kini, lanjut Sutopo, Tim SAR gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, PMI dan relawan terus melakukan penanganan darurat.
“Evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban masih dilakukan di daerah terdampak oleh petugas gabungan,” tukasnya. (ije)